Senin, 30 Desember 2013

Perkara Menulis

Menulis memang bisa dikategorikan semacam ritual kultus yang tidak semua orang mampu untuk melakukanya. Pun saya. Hanya beberapa orang yang dianugerahi ketelatenan dan kecerdasan menangkap kata-perkata, kemudian mengolahnya di dalam proccesor sakti bernama otak dan menjabarkan ulang dalam bentuk yang sedap untuk dinikmati.

Semua orang mungkin punya keinginan untuk bisa pandai menulis. Tapi tentu dengan kadar yang berbeda.

Dan terpujilah bagi mereka yang mampu memberikan tulisan yang apik untuk kemudian dinikmati oleh banyak orang.

Penulis besar semacam Dewi Lestari melalui banyak aral rintangan untuk bisa sampai hari ini.
Begitu juga dengan penulis besar lainnya.

Baru baru ini, saya menemukan beberapa blogger muda dan mungkin seusia saya, yang tulisannya mampu membuat saya menertawai diri sendiri. Bahwa betapa tololnya saya dalam menyusun kata demi kata, begitu banyaknya hal-hal yang melenceng.

Oke, semoga membaca tulisan mereka. Mampu membuat saya berusaha lebih keras untuk belajar dan berlatih lebih keras untuk bisa menulis secara baik, benar dan apa adanya.

Jumat, 27 Desember 2013

2013

2013 adalah tahun yang berat secara mental dan fisik.
Pokoknya berat, gue gak tahu berapa kilogram. Apakah sama berat dengan Pretty Asmara atau Okky Lukman. Gue juga masih berpikir untuk memutuskan memadankan dengan yang mana.
Berat, karena gue sering menjadikannya berat.
Terkadang sih ringan. Apalagi kalau banyak duit. He he he he.

Kadangkala, gue merasa terlalu memikirkan hidup. Jadilah hidup gue berat.
Beberapa kali juga gue masa bodoh. Jadilah hidup gue menyenangkan.

Jadi, siapa yang salah? ya gue lah. :p

Tapi ada banyak pencapaian tahun ini.
Alhamdulillah akhirnya mendapatkan gelar Sarjana juga. Puji Tuhan.
Alhamdulillah masih bisa membantu kedua orangtua. Puja puji kerang yang gue gak suka makannya.
dan Alhamdulillah yang lainnya... :D 

Kalau saja gue cerdas, mungkin gue bakal mencatat. Ada berapa ratus kali pertanyaan "kapan menikah?" yang harus dihadapi sepanjang tahun ini. Syukurnya gue bodoh, jadinya pertanyaan itu hanya menjadi angin lalu yang mengibarkan rok janda muda yang kemaren gue lihat di Pasar Bawah.

Ada banyak pembelajaran positif tahun ini. Tapi juga dibarengi dengan melakukan berbagai tindakan konyol dan gue bakal menyesalinya pada satu waktu. Nanti, bukan sekarang, atau besok. Wallahualam.

Jadi, harapan untuk tahun depan menjadi lebih baik pastinya muncul di benak gue. Masih normal kok gue. Sueer dah.

FYI, gue tahun ini sudah "nyaris" bebas dari memberikan janji-janji KW ke gebetan. Gue mau mewujudkan kepribadian yang jurdil, luber dan amanah bin fathonah. Do'akan ya. 

Ummm, terus mau cerita apa ya. Ummm. Kayak ada yang baca aja. Ha ha ha ha.

Baiklah, mungkin cukup ini dulu. Semoga tidak membuat kamu dongkol. Harapan paling minimal itu mah. :p




Menulislah. Walaupun cuma satu kalimat.

Satu kalimat.

Sabtu, 16 November 2013

Bak Hendak Memakan Buah Simalakama

Tersebutlah seorang pegawai muda, energik, penuh dengan letupan ide-ide dan keinginan untuk menambah pengalaman. Terlibat di dalam satu event tingkat nasional, butuh kerja keras dan dedikasi di awal kegiatan. Mulai dari perencanaan, rapat-rapat, pencarian dana awal guna memperlancar kegiatan dan begadang hampir tiap malam.

Tapi, dari hari ke hari. Progress kegiatan bukannya semakin membaik. Justru semakin kacau dan tidak terkendali. Ada begitu banyak yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam bayangan dan harapan sang pegawai muda. Birokrasi yang karut marut, garis koordinasi yang tidak jelas, kepanitiaan yang tidak terorganisir dengan baik dan ada begitu banyak hal lainnya yang membuat sang pegawai merasa dia telah salah memilih jalan hidupnya untuk masuk ke dalam birokrasi.

Ide, satu hal yang bagi dia sangat berharga. Seperti hal-nya memberikan buah segar kepada seorang bapak. Tapi kemudian sang bapak menolak tanpa penjelasan yang baik. Kemudian buah tersebut membusuk, dipungut oleh sang kakek dan diberikan lagi kepada sang bapak untuk dimakan. Coba tebak apa yang terjadi, sang bapak dengan terpaksa memakan buah tersebut. 

Jadi, kamu bisa membayangkan, bagaimana dongkolnya pegawai muda tersebut. Dengan inisiatif dan semangat yang menggebu-gebu. Justru dipatahkan oleh ketololan dan rapuhnya mental dari generasi tua. 

Meninggalkan event tersebut di tengah jalan jelas bukanlah satu hal yang bijaksana. Tapi, tetap bertahan dengan kondisi yang ada. Juga bukan merupakan satu pilihan yang bisa memberikan manfaat. Malah akan semakin membuat sang pegawai merasa muak dan memperburuk hari-hari yang dijalaninya.

Sang pegawai tidak terbiasa bekerja dengan orang-orang bodoh dan dia terlambat menyadari. Tempat dia bekerja memang rata-rata diisi oleh oleh bodoh dan tamak akan kekayaan.

Kalian tahu, kondisi tersebut sangatlah tidak bagus untuk mengembangkan potensi. Harus ada satu perubahan secara signifikan. Seharusnya pemimpin secara tegas memberikan instruksi dan juga berbarengan dengan sanksi apabila anak buahnya gagal. Tapi sayangnya, bangsa ini memang kekurangan pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas, tanpa kompromi. Maka jadilah seperti hari ini, kegiatan yang dalam kalkulasi sang pegawai muda bisa sukses dan memberikan efek domino yang sangat baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Justru terancam berjalan dengan sangat tidak baik.

Menyedihkan.

Senin, 05 Agustus 2013

Teh Telur

Tulisan ini saya persembahkan untuk diri saya sendiri yang tidak kunjung mengantuk. Disebabkan oleh satu minuman sakti mandraguna bernama Teh Telur. Kekuatannya mengalahkan kandungan kafein pada kopi. Sepertinya saat minuman ini tercipta, sang penemu sedang dalam periode galau sehabis diputus pacarnya. Sehingga dia bereksperiman dengan berbagai jenis bahan minuman yang ada di dapurnya. Keren sekali.

Berhubung ada telepon masuk. Sekian dulu. Xoxoxoxo.

Sabtu, 20 Juli 2013

Follower

Istilah Follower atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengikut, mulai terkenal sejak awal Twitter ada dan menjadi salah satu jejaring media sosial paling populer di dunia.
Untuk bisa jadi seorang Follower, tentu saja seseorang harus punya satu akun twitter, dengan id yang dia inginkan dan masih tersedia atau tidak, karena di Twitter, dua orang saja tidak akan bisa punya satu id akun yang sama.
Saya pertama kali membuat akun Twitter pada bulan September 2009, tapi akun ini tidak sempat berisikan tweet karena kebingungan penggunaan dan belum menemukan kenikmatannya di mana dan saya masih sebagai user Facebook, yang masih getol untuk update status. 
Baru pada Februari 2010, saya mulai aktif sebagai pengguna Twitter dan mulai menjadi Follower berbagai akun yang menyajikan informasi maupun berbagai macam keseruan yang bisa saya dapatkan dengan mudahnya. Saya menikmati setiap informasi yang tersaji di Timeline dan bisa menyalurkan hobi saya dalam menulis, walaupun hanya terbatas pada 140 karakter saja. Saya bisa dengan asyiknya mencurahkan berbagai pemikiran, berkomunikasi dengan kawan-kawan maupun curahan hati, tanpa saya harus khawatir dengan segala macam tetek bengek kosakata berjudul "nyinyir, caper, twitwar dll."
Tapi, pada 2012, mulai terjadi pergeseran penggunaan Twitter yang saya alami. Bermula dari satu komunitas, yang memang bertujuan untuk senang-senang dan akhirnya mulai berinteraksi dengan banyak akun Twitter lainnya, yang rata-rata didominasi oleh user yang usianya masih relatif sangat muda. Saya merasakan  ada begitu banyak perubahan, yang dulunya hanya sebagai Follower, sekarang mulai difollow oleh banyak akun lainnya. Entah mereka iseng atau sekedar kurang kerjaan. Saya sedikit banyak terpengaruh oleh trend yang berkembang, ada semacam perlombaan untuk bisa punya banyak Follower, intensitas saya untuk posting tweet semakin tinggi, berbagai tipe tweet saya coba, dan akhirnya saya bosan sendiri. Ada begitu banyak judul tweet nyinyir, caper, sok selebtwit, twitwar dan bla bla yang akhirnya lebih mendominasi dibandingkan upaya yang lebih postif dalam sebuah komunitas besar.
Ada sebuah trend yang saya bingung harus menyikapinya seperti apa. Satu komunitas atau lebih dikenal dengan sebutan Circle di Twitter yang beranggotakan orang-orang yang memiliki satu kesamaan, baik hobi maupun melempar tweet yang bisa mereka buat seru. Akhirnya bermetamorfosa menjadi satu komunitas yang selalu siap untuk twitwar; menyerang satu atau beberapa akun Twitter yang bersebrangan pemahaman dengan mereka. Lantas berhamburan tweet-tweet yang saya pikir kurang begitu pantas untuk di-postingkan dan jadilah satu atau beberapa orang menjadi pesakitan. Karena semakin banyak jumlah kamu, semakin tinggi variabel kebenaran (subjektif) yang dimiliki. Menyedihkan sekaligus suka bikin saya tertawa sendiri. "Pantas saja Belanda melalui VOC bisa bertahan begitu lama di Bumi Nusantara, bila generasi saat ini saja kelakuannya seperti itu," batin saya. Padahal perkara bisa dibuat simpel, kalau memang tidak suka, ya unfollow. Sibukkan diri dengan aktifitas lainnya, lebih bermanfaat, apalagi di bulan suci Ramdhan seperti saat ini.
"Manusia memang selalu ingin mendapatkan tempat istimewa. Bahkan untuk tinjanya," kurang lebih begitu ujar seorang Surayah Pidibaiq. Rasa solidaritas pada satu kelompok, mengalahkan logika, nalar maupun hati seseorang. Keinginan untuk menjadi superior. Tapi ada sisi lain pada diri saya yang berpikir, mungkin mereka masih terlalu muda untuk bisa bersikap santun dan menghargai begitu banyak perbedaan atau sekedar mencari keseruan disebabkan hidup mereka sangat tidak asyik di dunia nyata sehingga beralih ke dunia nyata. Dan bisa jadi, saya lah yang salah karena masih bertahan mem-follow mereka atau kurang pintar mendefinisikan maksud dan tujuan mereka. Untungnya saya bisa sedikit berdamai dengan ego, mulai mem-follow semua akun yang semula jadi follower saya, menjauh dari semua drama dan belajar menikmati semua yang tersaji di Time Line. Welcome to the Jungle, eh Twitter.

Selasa, 09 Juli 2013

Ramadhan 2103

Akhirnya, kembali merasakan bulan suci ramadhan. Masih sahur bersama keluarga tersayang, minus adik pertama yang sedang kuliah di Semarang. 
Semoga puasa kali ini, saya bisa mengukir pengalaman baru dan melompat ke fase hidup selanjutnya. Setidaknya, kehidupan harus bergerak sesuai kodratnya. 
Ada begitu banyak harapan yang ingin diwujudkan, paling utama adalah perbaikan kualitas diri. Mampu meningkatkan rasa sabar, mengontrol emosi ke arah yang positif, mengurangi sifat ceroboh dan banyak hal lainnya.
Apa yang harus disyukuri akhir-akhir ini adalah walaupun kerapkali kondisi fisik tidak prima yang disebabkan oleh keteledoran mengatur jadwal istirahat. Ada kepercayaan diri yang kembali, setelah sempat mengambang sejak lima tahun silam.
Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga ada perubahan, tidak perlu muluk-muluk, hal prinsipil saja dulu saya kira sudah cukup. Seperti semakin tercukupinya kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Amiin.

Senin, 01 Juli 2013

Prosesi Wisuda, Pentingkah?

Akhirnya, tanggal dan tempat wisuda sudah ditetapkan. Kamis, 4 Juli 2013. Setelah melewati proses panjang untuk mendapatkan gelar sarjana. Wisuda adalah titik puncak dari semua kegiatan sebagai mahasiswa yang sudah dijalani.Tapi, saya bahkan tidak punya ketertarikan sedikitpun untuk mengikuti wisuda. 

Mungkin terdengar aneh atau bisa jadi disebabkan saya sudah pernah mengikuti prosesi wisuda saat lulus di Program Diploma III. Saya memutuskan tidak akan ikut wisuda. Acara seremonial bagi saya cuma semacam pemborosan waktu, energi dan biaya tanpa subtansi. Karena penerapan akan gelar yang saya peroleh, bagi saya jauh lebih penting daripada cuma sekedar acara "bergesernya tali di toga," foto-foto dengan keluarga dan lain sebagainya. Biarlah, biaya yang sudah saya keluarkan untuk dan ternyata tidak mengikuti prosesi wisuda, bisa bermanfaat untuk para peserta lainnya.

Mungkin saya terlalu idealis, bisa jadi saya sudah terlalu muak dengan berbagai macam acara bersifat perayaan selama ini. Selamat wisuda kawan-kawan. Saya berbahagia untuk kita semuanya.

Jadi, pentingkah prosesi wisuda? 

Bagi saya, tidak.

Kamis, 27 Juni 2013

Cerita Juni

Juni selalu punya cerita
Pada udara kemarau yang labil
Dingin menggigit tulang dikala fajar menyingsing
Panas serupa sejumput api neraka terlontar pada siangnya

Juni selalu ingin bercerita
Kepada aku yang perlahan muak dengan hidup bersama orangtua
Rutinitas pekerjaan yang begitu-begitu saja
Pertanyaan di kepala yang selalu berulang-ulang bergema

Juni berkoalisi dengan semesta
Membuatku semakin tersesat terbelenggu oleh bayangan semu
Akan hadir sepasang sayap indah yang bersembunyi di balik punggungmu
Pada aku yang seringkali membenci pilihan hidupku sendiri

Juni hadir bersama kabut pagi yang pekat
Pada angin yang semakin betah hilir mudik di tubuh gempalku
Asap tembakau yang jika dikumpul membentuk satu gumpalan besar serupa danau sisa tambang liar
Perjalanan yang sama setiap harinya, muka yang selalu berbeda setiap harinya pula

Juni juga tak lupa menitipkan secuil cerita indah
Jenjang pendidikan normal manusia abad 21 yang berhasil aku selesaikan
Kerukunan orangtua dan adik yang semakin tumbuh dengan cerdasnya
Anak kucing yang semakin lucu dari hari ke hari

Juni menitipkan banyak pesan
Bersama angin gunung yang seringkali singgah ke kota kelahiranku
Mengusap kuduk agar segera mencari pendamping hidup
Ketakutan akan pemikiran abstrak dari kebodohan sendiri

Ini juni dan aku belum benar-benar siap akan pilihanku empat tahun yang lalu
Kisah cinta sepenggal yang menguasai waktu
Juni, boleh aku mengajakmu berdamai?
Ikhlaskan aku memulai satu yang baru

Rabu, 26 Juni 2013

Hari Rabu di Minggu Terakhir Bulan Juni

Hai, halo, semoga semuanya sehat dan berbahagia selalu.
Sudah beberapa hari tidak posting bukan karena kehabisan kata-kata. Justru ada lusinan rangkaian kalimat yang hendak berloncatan dan menarikan tari samba. Tapi lebih kepada menunggu mood dan kondisi fisik sedang prima, karena apa? karena aku sayang kamu. Halah.

Banyak kejadian yang sudah jadi sejarah pada beberapa hari sebelum hari ini. Dimulai dari domonstrasi besar-besaran menolak kenaikan BBM oleh mahasiswa diberbagagai daerah dan akhirnya tetap diumumkan secara resmi oleh Presiden RI bahwa BBM naik, kasus kerusuhan antara Syiah dan Sunni di Sampang dan Pidato "lemah" SBY meminta maaf kepada Pemerintah Malingsia dan Singapurapura terkait kiriman asap akibat pembakaran hutan dan lahan oleh pihak yang mau cari cara mudah tanpa mengeluarkan modal besar. Ah, Indonesia, dipimpin oleh seorang presiden yang bahkan tidak mampu secara spesifik menjabarkan kondisi sebenarnya.

Memposisikan diri jadi pengamat itu asyik juga ternyata, ya. Selain kita bisa menertawakan banyak hal janggal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, juga bisa bersimpati terhadap begitu banyak penderitaan yang terjadi di republik ini. Hal yang paling penting adalah dari semuanya, saya pribadi bisa mengkoreksi diri, akan begitu banyak kekhilafan yang sering dilakukan dalam tindakan sehari-hari.


Ini hari rabu terakhir di bulan juni, tidak lama lagi kita akan menyongsong bulan suci ramadhan. Bulan penuh berkah dan sasana pribadi untuk bisa jadi lebih baik, sama saja atau bahkan lebih buruk.
Semuanya tinggal dipilih dan dijalani.

Harusnya saya di Bogor pada minggu ketiga ini, untuk mendaftar pada jenjang pendidikan pasca sarjana. Tapi, atas nama taat pada aturan pemerintah. Saya menunda niat saya, semoga tahun depan bisa terealisasi. Hidup selalu dipenuhi oleh rencana-rencana, tapi terkadang ada beberapa hal yang harus bisa dimaklumi kalau rencana tersebut tidak terwujud. 

Oh ya, setiap manusia kukira punya kegelisahan masing-masing, yang bersumber dari keinginan-keinginan yang belum terwujud. Tidak apa, saya sedang mengalaminya dan bisa dibilang sering. Beginilah hidup, cuma diri sendiri yang tahu apa sebenarnya kegelisahan yang kita punya bersumber dari apa dan semoga kapasitas diri mampu untuk menetralisirnya menjadi sesuatu yang positif sekaligus pelecut semangat untuk menjalani kehidupan ke depannya. Saya pikir, jujur pada diri sendiri sekaligus berpikir positif untuk semua hal adalah kuncinya.

Sekian dan terima kasih sayang dari kamu. Uwuwuwuwu.

Jumat, 21 Juni 2013

Fokus

Apa itu fokus? 

Menurut KBBJ: Kamus Berbahasa Bang Jemmy. Fokus adalah sama halnya dengan melupakan kamu-yang-susahnya minta ampun. Betapa tidak, ketika sedang mengerjakan satu kegiatan, selalu ada saja godaan untuk melakukan kegiatan lainnya. Contohnya: sebelum gue menulis ini, gue sedang mengerjakan peta dan tiba-tiba ingin menulis ini. Ya sudah, buyar semua kegiatan yang sudah gue canangkan dari hari kemarin.


Fokus itu apa? 

Gue cuma tahunya fokus dan bisa fokus itu cuma pada saat buang aing besar. Sumpah, gue gak bohong. Karena setelah gue pikir dengan mencoba fokus dari apa saja yang menyebabkan gue sampai detik ini susah fokus. Gue tiba-tiba terlempar ke masa lalu. Masa menjalani pendidikan sebagai seorang pelajar. Kamu juga mungkin mengalami kondisi yang sama, dimana setiap hari dijejali oleh begitu banyak mata pelajaran, yang otomatis kamu harus membagi fokusmu ke berbagai aspek. Mulai dari PR Mapel A sampai K. Coba bayangkan saudara-saudara setanah air beta. Bagaimana kita bisa punya kemampuan untuk fokus, kalau sedari belia saja otak sudah dipenuhi oleh berbagai macam tetek bengek yang tidak dipergunakan pada saat bekerja, kecuali membaca dan menulis. Begitu juga saat menempuh pendidikan di Universitas. Sama saja. Tiada beda.

Jadi apa itu fokus?

Menurut pendapat saya yang susah fokus. Fokus adalah satu ketetapan dari diri untuk bisa secara konsisten mengerjakan/memikirkan satu kegiatan pada satu waktu. Ya, cuma satu. Pikiran dilarang untuk bercabang karena bukan lidah ular. Halah.

Tersebutlah beberapa hari yang lewat. Saya berdiskusi dengan atasan di kantor. Beliau berujar sembari tertawa "Kita tidak pernah profesional dan fokus pada Tupoksi (tugas pokok dan fungsi), sehingga apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita. Terbengkalai semuanya."

Jadi, mungkin dalam keseharian kita. Ada begitu banyak inkonsistensi untuk bisa fokus pada satu aspek. Semua dikerjakan dalam satu moment. Sehingga produk yang dihasilkan tidak benar-benar sesuai dengan harapan. Contoh: pedagang kaki lima yang menjual bensin di pinggir jalan, lokasinya berdekatan dengan Pom bensin pula. Buat apa? sudah ada pembagian tugas dari negara dan kesepakatan masyarakat. Tapi, beginilah Indonesia, bung. Semua orang seolah mengetahui dan ahli dalam banyak hal. Sampai pengusaha warkop pun bisa berbicara politik dan seolah-olah ucapan dia bisa menentukan nasib bangsa ini.

Coba bandingkan dengan penduduk di Negara Jepang atau Jerman atau Korea Selatan. Mereka terdiri atas berbagai lapisan masyarakat yang sudah mengklasifikasikan dirinya masing-masing pada satu pekerjaan. Bukan seperti penduduk Republik Indonesia tercinta ini.

Tapi hei, coba lihat kemajuan yang mereka dapat. Kesejahteraan yang mereka nikmati, tidak perlu ada lagi kondisi bergelantungan pada atap kereta api, mempertaruhkan nyawa di jalan dengan berjalan di trotoar yang diambil alih pengendara motor dan begitu banyak kematian yang disebabkan oleh tidak fokusnya masing-masing stakeholder pada bidang pekerjaannya. Ada banyak contoh dan kamu pasti bisa menyimpulkan sendiri.

Sekali lagi, apa itu fokus?

Bisa fokus atau boleh saya kerucutkan menjadi profesional di bidangnya cuma sebatas mimpi bagi sebagian banyak orang di Republik ini. Karena apa? karena pemimpin dan perwakilan rakyat mereka sendiri, yang dipilih oleh mereka sendiri. Justru tidak fokus memikirkan kesejahteraan rakyat.

Jadi, sudahlah. Saya pribadi akan mencoba fokus dan profesional. Tapi di bidang apa? belum tahu kalau saya bilang. Do'akan saja saya secepatnya tahu dan mahfum. ha ha ha ha ha.

Kamis, 20 Juni 2013

Tanda Tanya

Kata-kata seperti tidak betah di dalam kepala, mereka ingin berlari di laman ini. Entah mengapa, seperti anak kecil yang kecanduan mainan baru. Selalu muncul hasrat untuk mengeluarkan semua yang ada di kepala.

Hari jumat untuk kesekian kalinya dalam rentang jatah hidup di dunia. Kemarin tinggal sejarah, atau detik di mana saya menuliskan paragraf awal tadi. Masa lalu menjadi semakin jauh. Tapi kenangan menjadi-jadi tumbuh dengan suburnya.

Saya sedang tidak ingin menceritakan apa-apa. Karena kehidupan berjalan sudah seperti kehendak Yang Maha Kuasa. Tinggal mau memilih rute hidup yang mana. Saya sedang coba merangkai pola pikir yang ada di kepala. Apa yang sebenarnya hendak dicapai dalam kehidupan. Kenapa ada begitu banyak target yang harus dicapai, tidak bisakah saya tetap tertawa tanpa memikirkan esok harus memulai satu tantangan baru. Sepertinya tidak, karena semuanya sudah harus terjadi seperti apa yang akan terjadi.

Seolah pasrah, ya?

Kehidupan selalu penuh dengan pertentangan dan pengharapan. Ketika saya pribadi memulai satu pilihan dalam hidup, maka akan banyak pertentangan yang terjadi. Tidak saja dari diri sendiri tapi juga dari lingkungan sekitar.

Apa lagi, ya?

Humm. Selama langit masih belum tahu ujungnya di mana. Selama itu juga pertanyaan akan selalu muncul di kepala.

Catatan Perjalanan Dinas

Selamat malam. Selamat siang. Selamat pagi.

Berdasarkan surat perintah tugas yang diterima. Hari ini diwajibkan untuk melaksanakan tugas orientasi calon hutan adat di Desa Baru Kibul, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Jangan tanya itu di mana, akan panjang ceritanya.

Areal sawah yang sudah lama tidak dibudidayakan di pinggir Hutan Adat Desa Baru Kibul


Hutan adat merupakan areal hutan yang ditetapkan oleh Bupati setelah melalui usulan dari warga/masyarakat desa berdasarkan hasil musyawarah. Kawasan hutan yang diusulkan merupakan areal penggunaan lain (APL) yang memiliki fungsi vital bagi masyarakat. Paling kentara adalah sebagai sumber mata air penduduk.
ini pohon senggeris. lihatnya dengan memerengkan kepala tentunya. (._. )

Hutan adat, sejauh ini. Merupakan areal ber-hutan yang ekosistemnya paling terjaga-selain Taman Nasional. Karena, hutan dijaga berdasarkan hukum adat, dan masyarakat di (hampir) seluruh desa di republik ini sepertinya jauh lebih taat pada hukum adat dibandingkan hukum negara. 

Kekuatan leher anda dicoba pada postingan kali ini.

Hutan adat yang kali ini disurvey, masih memiliki ekosistem alami. Dibuktikan dengan penutupan lahan yang didominasi oleh pohon-pohon besar dan beranekaragam jenis. Ada terlalu banyak pengulangan "hutan adat, ya?" abaikan saja. Saya sedang dalam kondisi lelah saat menulis. ha ha ha ha

Perjalanan menuju desa menempuh jarak sekitar 40 km dari ibukota kabupaten yang adalah tempat saya tinggal yang mana saya tinggal dengan masih menumpang pada orangtua saya. 

Kondisi jalan yang ditempuh didominasi oleh jalan berlubang dengan batu-batu seukuran kepalan tangan pria belum dewasa. Jadi butuh skill handal untuk menempuh perjalanan kali ini, dan kasihanilah pacar saya vixion, yang jadi korban "kebobrokan birokasi." (akan saya tulis diedisi berikutnya)

Demikian kisah perjalanan dinas saya kali ini. Banyak yang janggal dari tulisan ini? sengaja. Yang penting saya mulai bisa berkomitmen untuk selalu menulis. 


Rabu, 19 Juni 2013

CEPAT

Cepat, jangan terlalu lama menyeruput kopi itu. Dia sudah menunggu terlalu lama.
Wanita dengan senyum terindah yang pernah aku temui. Mungkin sedang mengatur ulang rambut legamnya yang berkibar oleh angin senja.

Cepat, kamu terlalu lama memilih pakaian yang semuanya bernada sama. Hitam dengan motif yang sudah memudar.

Cepat, dia bukan wanita yang akan bersabar menunggumu. 

Kemudian aku mengendarai motor kesayanganku seperti diburu hantu. Kendaraan lain aku lihat hanya seperti bayangan tanpa wujud nyata.

Ah, itu dia. Bergegas aku berlari menghampirinya. Hasrat ingin memeluk sudah membuncah di dada. Betapa aku merindukan dia. Rona merah di pipi yang selalu aku puja. Gingsul yang membuat dia semakin mempesona.

Tapi tunggu dulu. Siapa pria dengan kemeja kotak-kotak yang sibuk berbincang denganmu. Siapa dia?

Seandainya kamu bisa melihat. Sudah ada tanduk setajam Katana tumbuh di kepalaku.

Emosiku membuncah. Kamu pengkhianat!

Aku berteriak memanggil namamu. "Hei, beginikah balasan dari cinta tulusku?"

Kamu semakin tertawa kencang. Aku lihat jelas rona kebahagiaan terukir di wajah cantikmu.

Aku berjalan semakin mendekat. Tapi, kenapa kamu tidak menyadari kehadiranku?

Tanganku hanya memukul udara kosong. Padahal targetku jelas, wajah pria brengsek itu.

**

Tak lama aku melihat segerombolan pria memakai baju berwarna putih dan seragam coklat. Mereka dengan muka tidak bersahabat meringkusku dan kemudian memborgol tanganku. 


"Sakit, Pak. Apa salah saya!?"

Hantaman koran bertanggal tepat sebulan dari hari ini mengajar pipiku.

"Sudah saya bilang berulang kali, baca dan segeralah tobat menjadi orang gila."

**

Aku menatap nanar judul halaman utama koran yang ku baca. Pada satu kamar dengan seluruh dindingnya berwarna coklat tua. 

Headlinenya sangat jelas "Karena Cemburu Buta. Seorang Pemuda Membantai Kakak Beradik di Taman Kota."

Ah, andai saja aku hari itu tidak cepat menyimpulkan semuanya. Andai aku tidak cepat curiga padamu pada hari sebelumnya.


Selasa, 18 Juni 2013

Menulis

"Menulislah, karena dengan menulis kamu minimal membaca dalam tiga waktu. Pertama saat menuliskan, kemudian mencari referensi tulisan dan selanjutnya saat tulisanmu sudah jadi," ucap Doktor Purwo, ketika saya menanyakan "Saya suka membaca, Pak. Bagaimana menurut pendapat bapak?"

"Malas adalah induk psikologi," tulis Friedrich Nietzsche. Ya, rasa malas adalah biang segala biang setiap kali hendak menulis bagi saya. Malas untuk merangkai kata-kata, malas memikirkan apa yang akan terjadi setelah tulisan dipublikasikan dan malas untuk banyak hal lainnya.

Bagi saya, wajar saya punya ketakutan akan hal tersebut. Karena sebuah tulisan bisa menimbulkan deskripsi panjang bagi pembaca (kalau ada yang sedang sial tersesat di blog semenjana ini) ha ha ha ha. Tapi, ada keinginan besar untuk bisa secara berkala untuk menulis dan mempublikasikan sebuah tulisan. Bukan karena apa, saya ingin terkenal. Halah. Bukan, bukan, saya ingin otak saya tidak cuma memikirkan satu kalimat pendek tanpa mampu menerjemahkan baik pemikiran maupun imajinasi yang saya punya. Kasihan donk sama diri sendiri, cuma bisa jadi seorang pembaca setia, tanpa mampu didengarkan pemikirannya oleh orang lain.

Apabila semenjak mengenal Twitter dan mengenal banyak orang-orang hebat yang mampu menuliskan apa yang mereka pikirkan dan khayalkan dalam sebuah bentuk tulisan. Menghasilkan sebuah tulisan yang mampu menggugah banyak orang atau setidaknya menghibur hati yang sedang gundah gulana. :D

Kenapa menulis bagi saya masih menjadi hal yang susah sampai saat ini. Eh, baru saya bilang susah sekarang, ya? :p 

Saya khawatir tulisan saya tidak sesuai dengan aturan baku. Saya banyak tidak tahu bagaimana sebuah tulisan yang baik itu bisa diterima oleh banyak orang. Saya takut tidak mampu memenuhi ekspektasi orang yang membaca, yang pada akhirnya. Blog ini jadi semacam gubuk di tengah ladang. Hanya diisi pada saat si empunya sedang ingin saja. :D

Tapi, akhirnya saya sampai pada kesimpulan. Menulislah, Jem. Karena kamu suka, ingin dan cinta akan dunia tulis menulis. Pendapat manusia adalah hak mereka sendiri, jangan terlalu digubris. Mereka bukan orang yang memberi nutrisi untuk otakmu berpikir. Menulislah, Jem. Untuk bisa mengenal betapa luasnya dunia tulis menulis. Untuk bisa memapas habis ego yang terlalu tinggi di dirimu sendiri. 

Oke. Akhirnya saya menulis ini. Tulisan yang saya tulis dengan perut sedang kenyang dan karena saya suka. 

Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik. Hibur hati saya saat tulisan ini sedang dibuat. 

Jadi, sudikah membagi kekuatanmu wahai semesta. Untuk saya bisa menuliskan berbagai macam hal yang bisa bermanfaat, minimal untuk diri saya sendiri. 

Oke, baik. Mantap kali semesta. Ingatkan terus kalau saya masih perlu banyak belajar.

Selasa, 11 Juni 2013

Hari Ini Cuaca Dingin Sekali

Entah kenapa, aku selalu menyukai cuaca dingin. Seperti ada tangan halus yang membelai kuduk dan pipi.
Dingin, Dingin, Dingin. Aku ingin kotaku selalu seperti ini. Dingin.
Mungkin dulu aku dilahirkan pada saat cuaca sedang dingin di sabtu sore pada masa lalu.
Atau juga mungkin, aku memenangkan pertarungan dengan jutaan sel sperma lainnya pada saat cuaca dingin?
Selalu ada banyak kemungkinan dalam setiap pemikiran.
Kamu masih juga suka dingin? saat kita berbagi kehangatan pada saat cuaca dingin? masih ingat?
Cuaca dingin, sama halnya dengan hujan. Bagiku selalu membawa bertumpuk-tumpuk kenangan indah dan tidak.
Seperti 10tahun yang lalu, saat aku cuma remaja berusia 16tahun. Terdampar pada sambungan gerbong kereta api ekonomi menuju Jakarta. Pada malam yang dingin, untuk pertamakalinya menjejakkan kaki di Ibukota.
Aku juga selalu ingat, kamu satu saat di masa depan. Ingin berdomisili di kota yang selalu dingin, iya, di Malang. 
Dingin, aku cuma ingin membuatku jariku menari. Agar ia bisa hangat dan meresapi dinginnya malam ini, sekaligus tidak membiarkan blog ini terlalu lama kering tanpa tulisan.

Jumat, 31 Mei 2013

Untuk Kamu, Bunga Paling Indah dalam Hidupku.

Seingatku, kamu wanita terakhir yang aku kirimkan rangkaian kalimat indah atau gombal ya? Entah, aku semakin pelupa dengan satu hal itu. Seingatku juga, aku mulai mengandaikan cinta dalam cerita/puisi/sajak (yang menurutku) indah, adalah semasa SMA. Masih disimpan ujar mantanku, yang sekarang sudah punya anak satu. Aku penasaran, ingin kembali ke membacanya.
Aku banyak membaca, tapi terlambat untuk menyadari, bacaan bukan cuma sekedar dibaca. Tapi harus belajar untuk menuliskan apa yang sudah diketahui. Aku semakin sering mengabaikan banyak hal, ya. 
Ah, aku melantur. Kembali ke kamu, "Apa kabar kamu sekarang?"  hal yang terakhir aku ingat tentang kamu adalah amarahmu. Saat aku memutuskan untuk menjadi Pegawai Negeri, meninggalkanmu di Bogor. Meninggalkan semua janji-janji yang kita ikrarkan bersama, di sudut sempit kamar rumah kontrakan di komplek perumahan yang banyak istri simpanannya. 
Kamu, mungkin ada saatnya aku menemukan wanita lebih hebat darimu. Tapi sampai detik ini, masih jadi wanita terhebat yang pernah singgah di dalam kehidupanku. Melalui perkenalan yang tidak disengaja. Sebentar, waktu itu kalau tidak salah, aku hendak meminjamkan buku. Buku punya kakak kelasmu, pacarku sebelum kamu jadi pacarku. Ah, iya. Kamu menggunakan jaket kesayanganmu, abu-abu buram. Tapi aku suka, aku mulai melihat kamu sebagai sosok yang berbeda. Dari cara bicaramu, tatapanmu, kecerdasan yang terpancar dari ucapanmu. Ah, aku jatuh cinta saat sedang menjalin hubungan dengan orang lain yang adalah kakak kelasmu sendiri. Cinta pada pandangan pertama.
Aku percaya sampai detik ini, lama waktu sebuah hubungan. Tidak berpengaruh dengan seberapa besar rasa cinta yang dimiliki oleh seseorang, kita tidak lama menjalin hubungan sebagai  sepasang kekasih. Tapi terlalu lama menurutku untuk mampu menghilangkanmu dari setiap moment kehidupan yang aku jalani.
Kamu, terkadang aku rindukan, dilain waktu aku membenci kenapa kita harus bertemu. Mengukir kisah begitu hebat dan kamu hadir dengan kharakter yang membiusku. Berulang kali aku merendahkan diriku, mengirimkan sms "Aku ingin bertemu, walau hanya sekali saja. Biar semuanya bisa lepas dari anganku," dan berulang kali kamu menolaknya.
Kamu sekarang aku lihat semakin cantik, bahagia dengan dia. Dia, kawanku, yang kami dulu selalu bertegur sapa, dia yang terakhir kali di tahun 2011 menunjukkan mimik muka sungkan saat bertemu denganku di Kotaku. Dia yang mempunyai darah leluhur sama denganku. Ah hidup, terlalu kompleks untuk dicari kenapa semesta seolah berkonspirasi menghajarku dengan sebuah kenyataan, menghianati cinta, maka cinta akan menghianatimu pula.
Oh ya, aku sekarang sudah berhasil menggapai gelar Sarjana. Setidaknya aku tidak kalah dengan pacarmu itu, dengan kamu yang sedang mengejar gelar dokter hewan. Semoga dalam tahun ini. Aku bisa kembali ke Bogor, menempuh jenjang pendidikan Pascasarjana, dan kamu mau bertemu denganku. Sekali saja.
Selamat berbahagia kamu, segeralah menikah. Supaya harapanku benar-benar menjadi abu.
 

Kamis, 16 Mei 2013

Aku Ingin Punya Gelar Sarjana

Bagaimana perasaanmu saat akan memperoleh gelar Sarjana dalam 

hitungan hari? kalau kamu bertanya denganku, dengan lantang aku 

akan menjawab AKU BAHAGIA. Gelar yang sudah aku impikan 

sekian tahun lamanya.


Lepas dari SMA, aku tidak pernah berpikir ataupun menyerap 

sedikitpun informasi bahwa gelar Sarjana punya pengaruh besar 

dalam kehidupan pribadi. Tidak dari orangtua ataupun 

keenggananku sendiri untuk mengulik informasi.


Tahun 2009, pertama kali menjalani status sebagai Pegawai Negeri 

Sipil. Itulah saat dimana aku sadar dan melihat ada jurang pemisah 

besar antara mereka yang punya gelar Sarjana dengan yang bukan 

Sarjana di dalam kehidupan sehari-hari. Terlepas dari kamu 

mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan ataupun 

 diberikan tanggung jawab.

Aku harus Sarjana, pikirku saat itu. Walaupun aku sadar akan ada 

begitu banyak tantangan ke depannya. Mulai dari kesibukan 

pekerjaan maupun prosedur Birokrasi yang rumit untuk bisa lekas 

memperoleh gelar Sarjana.

Sampai di hari ini, sudah begitu banyak kisah. Baik senang 

maupun menyedihkan yang aku lalui untuk memperoleh gelar 

Sarjana yang aku impikan.


Kamu tahu, Sarjana bagiku subtansinya bukan sekedar penambahan 

beberapa huruf di belakang nama, ataupun untuk prestise di tengah masyarakat.

Aku melihat ke sudut cakrawala yang lebih luas. Ada banyak hal 

yang bisa aku lakukan, ada banyak pendapat dan tindakan nyata 

yang akan menemukan jalannya.

Bukan perkara gampang untuk sampai di hari ini, tiga hari 

menjelang Sidang Skripsi. Di salah satu Kampus Universitas 

Swasta (kecil) di Kota yang beranjak besar. Setelah sebelumnya 

menjalani pendidikan Ahli Madya di Universitas (yang bisa 

dibilang) bonafit. Ada banyak pergulatan di dalam diri sendiri, 

tantangan dari luar dan hambatan dalam banyak aspek.

Masih ada Sidang Skripsi yang harus aku hadapi, saat dimana aku 

harus bisa mempertahankan hasil penelitian di depan lima orang 

Dosen Penguji.


Semoga Sidang Skripsinya lancar, dan kemudian bisa melanjutkan  

ke Jenjang Pascasarjana teriakku ke semesta.

Aku punya beberapa nazar dan niat untuk aktif di dunia tulis 

menulis.

 Mohon do'anya, kawan.




Kamis, 11 April 2013

Dialog


Siapa kamu?
Aku? Aku itu kamu.
Tidak, kamu bukan aku. Aku tidak pernah menyalahkan diriku sendiri akan pilihan dalam hidupku.

Aku ya kamu. Selalu ada dan pergi mengikuti dirimu, memutari seluruh tubuhmu. Selalu hadir dalam setiap keputusan yang kamu ambil.

Kamu bukan aku! Kamu cuma kelemahan yang bersemayan dalam diriku.

Aku ini kamu, berapa kali harus aku tegaskan. Aku selalu memberikan perbandingan-perbandingan. Demi kepuasan diriku sendiri.

Aku, aku. Aku tidak mengakui kamu adalah aku. Ada dalam kehidupanku. Siapa kamu sebenarnya?

Aku adalah kamu. Aku tercipta bersamaan dengan terciptanya kamu. Aku ketakutan, kelemahan hati, pendorong untuk melakukan kesalahan dan kamu melakukan apa yang aku mau. Jadi aku adalah kamu.

Aku tidak pernah menginginkanmu.

Bagaimana kamu bisa menolak kehadiranku. Baru saja aku ada di kepalamu. Membisikkan pilihan musik yang kamu dengarkan salah, dan lagi-lagi kamu menurutinya.

Aku ingin kamu pergi!
 
Tidak akan pernah.

Kenapa tidak?!

Aku tidak akan pergi. Tubuh dan jiwamu rumah ternyaman bagiku.

Kenapa?

Kamu lemah, kamu tidak punya pendirian, si bodoh yang selalu merasa pintar, yang terlalu gampang menyerah, dan yang selalu ceroboh. Itu kamu, dan ada banyak alasan kuat lainnya aku tetap jadi kamu.

Aku ingin kamu pergi. Segera!

Tidak, selama ada bagian dari jiwamu yang mengizinkan aku adalah kamu.


15 Maret 2013.


Rabu, 03 April 2013

Cinta semut pada sendok kopi.

Siang ini, yang aku pulang dari
kantor lebih cepat. Karena masih
dalam masa dinas luar. Aku mendapatkan
satu pelajaran.

Dari wujud cinta semut pada sendok
kopi.

Mereka berkerumun penuh semangat.

Menghisap sari glukosa yang tersisa.

Bergerak tangkas dan lugas. Semut
yang kecil, namun berkemauan besar.

Mampu mengendus sumber makanan
dan dengan cepatnya menyebarkan
informasi. Begitu kompak.

Andai manusia bisa belajar banyak dari semut.

Berjuang bersama-sama untuk mendapatkan sesuatu.

Demi satu tujuan.

Menepiskan ego dan bahu membahu mengumpulkan saripati makanan.

Untuk kemaslahatan bersama.

Kita, manusia. Seringkali lupa. Bagian dari semesta. Yang saling terkorelasi satu dengan yang lainnya.

Ego pribadi jadi dewa. Masing-masing merasa paling benar, dan berujung pada saling tikam. Frontal maupun tidak.

Kelompok-kelompok berserakan. Terpisah atas hal yang tidak layak diperdebatkan.

Yang pintar semakin pintar. Tapi tidak mampu menularkannya ke lingkungan tempat ia tinggal.

Hanya untuk dirinya sendiri. Ego.

Cinta semut pada remah makanan dan secuil kopi pada sendok. Harusnya menyadarkan kita. Ketidakpuasan mendapatkan sesuatu tidak akan pernah usai. Bak meminum air laut.
Semakin diminum, semakin haus.

Baru saja mendapatkan satu kenikmatan. Selanjutnya akan menuntut yang lainnya.

Atau perlu contoh lain. Aku rasa semuanya mahfum. Tapi kemudian melakukan pembiaran. Bersembunyi dalam kantung tidur penuh kehangatan.

Ada yang bilang harus revolusi.
Revolusi apa?
Revolusi sebatas gerakan lidah?
yang kemudian bungkam oleh setumpuk uang.

Aku melihat begitu banyak hasil pemikiran berseliweran. Mana hasilnya?

Semua salah siapa? leluhur? atau buah dari ketidaksabaran?

Akan muncul begitu banyak pertanyaan dalam kepala, dan semoga jawabannya akan tiba.

Rabu, 13 Maret 2013

TWITTER

 
Pukul 23.00 WIKG (Waktu Indonesia Kamar Gue).
Bunyi jangkrik sedang nyaring-nyaringnya di kebun depan rumah.
Hape berbunyi, lagu Jalak aka Janda galak berputar secara otomatis.
Pandjul nelpon.
Gue panik.
Cocok nelpon malam-malam segini apa kamsudnya? 
Hehehehe, kagaklah.
Pandjul temen gue kok. Petarung sejati menghadapi kehidupan yang keras.
Jadi begini cerita telpon-telponan gue sama Pandjul. 
Demi kenyamanan mata elu yang baca, ada baik dan indahnya gue singkat. P adalah Pandjul, G adalah gue. #okesip #ambilposisiwoles
P:      Bro, gue pengen cerita, bisa?
G:     Ngantuk berat gue, Bro. Besok sajalah
P:      Ini tentang ketentraman hidup kita di twitter!
G:     Laaahh! Sejak kapan lu ada kehidupan lain? Setahu gue hidup lu gak jauh-jauh dari jualan koran, ngetwit sama nyepikin cewek-cewek cupu.
G:     Apa kabar emak lu, udah sembuh?
P:    Aman Bro, nyokap udah bisa lari keliling kampung sekarang 
G:     ……….
P:      Jadi gimana, mau gak lu dengerin cerita gue?
G:     Ya udah, lu mau cerita apa?
Pandjul mulai nyerocos bercerita, panjang kali lebar sama dengan tidak menemukan hasil. Dia mulai bercerita tentang Koim yang mendadak "merasa" menjadi Selebtwit.
P:     Gila, Bro. Gue mention dia ber-kali Cisadane, Ciliwung, Ciseeng ampe kali Cikotok, dicuekin mulu, kalaupun dibales jawabannya singkat-singkat. Dasar tutup panci, kagak inget dia pas kita sama-sama fakir follower
P:   Kita kan pernah gila-gilaan bareng. Seru gila, kan? kalau gue ingat masa-masa itu, gue pengen nge eh mewek
G:     Kitaaaa?!
P:      Iyaa!Kita!
P:    Terus dia sekarang cuma mau mentionan sama selebtwit, Bro. Mentang mentang dia difollow mereka
G:   Tweet dia bagus kali, Bro
Panjul emosi, gue menciut. Gue telponan sambil nonton film horror.
G:     Umm, terus? 
P:   Gue kagak terima, Bro. Gue merasa kagak dihargain! gue pengen twitwar sama dia
G:     Ebusyeet, berapa harga lu, njul?
P:      Muonyet, lu kata gue bola pingpong, pake nanya harga
G:     Emang lu udah nyiapin amunisi?
P:      Gue kagak butuh amunisi, gue butuh sokongan dari elu!
G:     Gue lagi malas cari masalah, kayak kagak ada kerjaan laen aja
G:     Anak kosan gue minta diajarin kalkulus besok noh
P:      Kagak bisa, Bro. Lu harus bantu gue, bijimanapun caranya!
G:     Biji lu keriput! Gue males, lu sono sendiri
P:      Tapi, Bro
G:     Males!
P:      Brooooo!
P:      Taeee lu, Bro. Temen macam apa lu!
G:      Matiin hape
Asap mengebul, dada gue sesak, gue pengen nangis. Bukan, bukan karena cerita Pandjul, ada tai cicak masuk mata, pas gue menatap langit kamar. Gue hina. Gue dirtik. 
*
Curahan hati Pandjul, sang maniak twitter mampu membuat saya merenungkan semua yang terjadi di lini masa.
Aduhai kreator twitter, pandai betul dirimu membuat sosial media yang melenakan sebagian dari kami. Bangsa yang di dalam buku Tetralogi Buru Bung Pramoedya Ananta Toer, digambarkan sebagai bangsa yang suka melakukan begitu banyak drama. Halal haram hantam, demi mencapai tujuan pribadi.
Saya secara pribadi juga salah satu di antara sekian juta pengguna twitter yang aktif berkicau di Timeline.
Saya menganggap apa yang terjadi di twitter adalah hal yang “WAH”. Cukup dengan 140 kharakter. Twitter bahkan mampu membuat:
  • Seseorang berubah bentuk menjadi rangkaian kata-kata.
  • Seseorang bebas menjadi siapa saja, selagi dia mau.
  • Dengan begitu gampangnya mendapatkan apa saja yang diinginkannya, yaitu di antara dunia lain:
  • Pelajaran hidup, salah satunya dari seorang Surayah @Pidibaiq melalui perbincangan dia dengan para follower;
  • Kegilaan-kegilaan baru;
  • Teman baru;
  • Pacar (ini butuh skill sepikan kelas wahid) selain kegantengan (padahal belum pernah sukses);
  • Relasi bisnis (ini perlu keahlian);
  • Hadiah kuis (ini perlu usaha, kecerdasan dan faktor luck);
  • Hinaan-hinaan tentang kejombloan seseorang;
  • Konten Agama;
  • Ramalan bintang;
  • Motivasi;
  • Polisi, Hakim dan Jaksa time line; 
  • Musuh (ini butuh mental) dan ada begitu buaanyak hal seru lainnya.
Cukup dengan satu kata, kamu bisa memancing keributan. Seperti; Pengecut dan akan berakhir pada tamparan di wajah oleh seorang wanita. 
Dari kata “ada”, bisa menjadikan pertemanan yang dulunya begitu hangat menjadi hambar.
Semuanya luar biasa dan saya bersyukur terlibat di dalam semua moment yang berlangsung. Ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil, orang hebat yang selalu membagikan ilmunya setiap hari dan update opini dari berbagai macam manusia.
Adakalanya saya terbawa arus menertawakan beberapa orang yang terlalu berobsesi menjadi sesuatu. Apa itu namanya? Oh ya, Social Climber. Tapi cukup beberapa twit saja. 
Beberapa kali terpikirkan kalau tanpa kami follower, kalian para selebtwit bukan siapa-siapa. Hanya gerombolan tukang kicau kosong,
Ada saat di mana saya juga terpancing emosinya, meledak-ledak, merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap seseorang (padahal saya tidak tahu sesungguhnya dia seperti apa), bisa jadi dia keturunan Sultan Sulu yang hendak merampas kembali tanahnya di NKRI. Oke ini mulai ngawur. 
Tapi pada akhirnya saya sesali sendiri, adalah sebuah kesia-siaan, munculnya reaksi spontan yang saya letupkan melalui tweet menjurus nyinyir, dari berbagai macam anomali dan perasaan tidak nyaman akan apa yang terjadi di time line. 
Dan ada kata "ada" yang begitu banyak ditulisan ini. 
*
Saya akhirnya berhenti pada satu kesimpulan, alangkah baiknya twitter difungsikan sesuai apa yang kita inginkan saja. Tanpa harus mengganggu dan “merecoki” aktifitas penghuni lainnya.
Toh, saya punya kehidupan sendiri dan saya berhak menentukan isi tweet akan seperti apa. 
Demikan juga dengan mereka, kalau tidak suka tinggal unfollow. Beres.
Bebas saja orang lain mau menilai saya seperti apa, begitu juga saya. Namun alangkah baiknya disampaikan melalui cara santun apabila tidak suka akan satu hal.
Aduhai twitter, ada banyak hal lain yang ingin saya ceritakan. Ada juga begitu banyak yang tidak saya pahami. Begitu kecilnya seorang @sabtupahing dibesarnya dunia maya bernama twitter.
Hal-hal remeh temeh sebaiknya dicari penangkalnya. Sebelum semuanya menjadi huru-hara.
*
Menghidupkan kembali handphone.
Ada pesan baru whatsapp masuk.
Dari Pandjul. Biasa, siapa lagi.
P:   Bro, gue nemu akun cewek bispak! Bohay bener, Bro. Mau pinnya kagak lu?
Kemudian hening.
Suara jangkrik kembali bersahut-sahutan. Besok pekerjaan di kantor sudah menunggu. Kehidupan nyata jauh lebih menyenangkan.