Rabu, 03 April 2013

Cinta semut pada sendok kopi.

Siang ini, yang aku pulang dari
kantor lebih cepat. Karena masih
dalam masa dinas luar. Aku mendapatkan
satu pelajaran.

Dari wujud cinta semut pada sendok
kopi.

Mereka berkerumun penuh semangat.

Menghisap sari glukosa yang tersisa.

Bergerak tangkas dan lugas. Semut
yang kecil, namun berkemauan besar.

Mampu mengendus sumber makanan
dan dengan cepatnya menyebarkan
informasi. Begitu kompak.

Andai manusia bisa belajar banyak dari semut.

Berjuang bersama-sama untuk mendapatkan sesuatu.

Demi satu tujuan.

Menepiskan ego dan bahu membahu mengumpulkan saripati makanan.

Untuk kemaslahatan bersama.

Kita, manusia. Seringkali lupa. Bagian dari semesta. Yang saling terkorelasi satu dengan yang lainnya.

Ego pribadi jadi dewa. Masing-masing merasa paling benar, dan berujung pada saling tikam. Frontal maupun tidak.

Kelompok-kelompok berserakan. Terpisah atas hal yang tidak layak diperdebatkan.

Yang pintar semakin pintar. Tapi tidak mampu menularkannya ke lingkungan tempat ia tinggal.

Hanya untuk dirinya sendiri. Ego.

Cinta semut pada remah makanan dan secuil kopi pada sendok. Harusnya menyadarkan kita. Ketidakpuasan mendapatkan sesuatu tidak akan pernah usai. Bak meminum air laut.
Semakin diminum, semakin haus.

Baru saja mendapatkan satu kenikmatan. Selanjutnya akan menuntut yang lainnya.

Atau perlu contoh lain. Aku rasa semuanya mahfum. Tapi kemudian melakukan pembiaran. Bersembunyi dalam kantung tidur penuh kehangatan.

Ada yang bilang harus revolusi.
Revolusi apa?
Revolusi sebatas gerakan lidah?
yang kemudian bungkam oleh setumpuk uang.

Aku melihat begitu banyak hasil pemikiran berseliweran. Mana hasilnya?

Semua salah siapa? leluhur? atau buah dari ketidaksabaran?

Akan muncul begitu banyak pertanyaan dalam kepala, dan semoga jawabannya akan tiba.

2 komentar: