Kamis, 11 April 2013

Dialog


Siapa kamu?
Aku? Aku itu kamu.
Tidak, kamu bukan aku. Aku tidak pernah menyalahkan diriku sendiri akan pilihan dalam hidupku.

Aku ya kamu. Selalu ada dan pergi mengikuti dirimu, memutari seluruh tubuhmu. Selalu hadir dalam setiap keputusan yang kamu ambil.

Kamu bukan aku! Kamu cuma kelemahan yang bersemayan dalam diriku.

Aku ini kamu, berapa kali harus aku tegaskan. Aku selalu memberikan perbandingan-perbandingan. Demi kepuasan diriku sendiri.

Aku, aku. Aku tidak mengakui kamu adalah aku. Ada dalam kehidupanku. Siapa kamu sebenarnya?

Aku adalah kamu. Aku tercipta bersamaan dengan terciptanya kamu. Aku ketakutan, kelemahan hati, pendorong untuk melakukan kesalahan dan kamu melakukan apa yang aku mau. Jadi aku adalah kamu.

Aku tidak pernah menginginkanmu.

Bagaimana kamu bisa menolak kehadiranku. Baru saja aku ada di kepalamu. Membisikkan pilihan musik yang kamu dengarkan salah, dan lagi-lagi kamu menurutinya.

Aku ingin kamu pergi!
 
Tidak akan pernah.

Kenapa tidak?!

Aku tidak akan pergi. Tubuh dan jiwamu rumah ternyaman bagiku.

Kenapa?

Kamu lemah, kamu tidak punya pendirian, si bodoh yang selalu merasa pintar, yang terlalu gampang menyerah, dan yang selalu ceroboh. Itu kamu, dan ada banyak alasan kuat lainnya aku tetap jadi kamu.

Aku ingin kamu pergi. Segera!

Tidak, selama ada bagian dari jiwamu yang mengizinkan aku adalah kamu.


15 Maret 2013.


Rabu, 03 April 2013

Cinta semut pada sendok kopi.

Siang ini, yang aku pulang dari
kantor lebih cepat. Karena masih
dalam masa dinas luar. Aku mendapatkan
satu pelajaran.

Dari wujud cinta semut pada sendok
kopi.

Mereka berkerumun penuh semangat.

Menghisap sari glukosa yang tersisa.

Bergerak tangkas dan lugas. Semut
yang kecil, namun berkemauan besar.

Mampu mengendus sumber makanan
dan dengan cepatnya menyebarkan
informasi. Begitu kompak.

Andai manusia bisa belajar banyak dari semut.

Berjuang bersama-sama untuk mendapatkan sesuatu.

Demi satu tujuan.

Menepiskan ego dan bahu membahu mengumpulkan saripati makanan.

Untuk kemaslahatan bersama.

Kita, manusia. Seringkali lupa. Bagian dari semesta. Yang saling terkorelasi satu dengan yang lainnya.

Ego pribadi jadi dewa. Masing-masing merasa paling benar, dan berujung pada saling tikam. Frontal maupun tidak.

Kelompok-kelompok berserakan. Terpisah atas hal yang tidak layak diperdebatkan.

Yang pintar semakin pintar. Tapi tidak mampu menularkannya ke lingkungan tempat ia tinggal.

Hanya untuk dirinya sendiri. Ego.

Cinta semut pada remah makanan dan secuil kopi pada sendok. Harusnya menyadarkan kita. Ketidakpuasan mendapatkan sesuatu tidak akan pernah usai. Bak meminum air laut.
Semakin diminum, semakin haus.

Baru saja mendapatkan satu kenikmatan. Selanjutnya akan menuntut yang lainnya.

Atau perlu contoh lain. Aku rasa semuanya mahfum. Tapi kemudian melakukan pembiaran. Bersembunyi dalam kantung tidur penuh kehangatan.

Ada yang bilang harus revolusi.
Revolusi apa?
Revolusi sebatas gerakan lidah?
yang kemudian bungkam oleh setumpuk uang.

Aku melihat begitu banyak hasil pemikiran berseliweran. Mana hasilnya?

Semua salah siapa? leluhur? atau buah dari ketidaksabaran?

Akan muncul begitu banyak pertanyaan dalam kepala, dan semoga jawabannya akan tiba.