Jumat, 31 Mei 2013

Untuk Kamu, Bunga Paling Indah dalam Hidupku.

Seingatku, kamu wanita terakhir yang aku kirimkan rangkaian kalimat indah atau gombal ya? Entah, aku semakin pelupa dengan satu hal itu. Seingatku juga, aku mulai mengandaikan cinta dalam cerita/puisi/sajak (yang menurutku) indah, adalah semasa SMA. Masih disimpan ujar mantanku, yang sekarang sudah punya anak satu. Aku penasaran, ingin kembali ke membacanya.
Aku banyak membaca, tapi terlambat untuk menyadari, bacaan bukan cuma sekedar dibaca. Tapi harus belajar untuk menuliskan apa yang sudah diketahui. Aku semakin sering mengabaikan banyak hal, ya. 
Ah, aku melantur. Kembali ke kamu, "Apa kabar kamu sekarang?"  hal yang terakhir aku ingat tentang kamu adalah amarahmu. Saat aku memutuskan untuk menjadi Pegawai Negeri, meninggalkanmu di Bogor. Meninggalkan semua janji-janji yang kita ikrarkan bersama, di sudut sempit kamar rumah kontrakan di komplek perumahan yang banyak istri simpanannya. 
Kamu, mungkin ada saatnya aku menemukan wanita lebih hebat darimu. Tapi sampai detik ini, masih jadi wanita terhebat yang pernah singgah di dalam kehidupanku. Melalui perkenalan yang tidak disengaja. Sebentar, waktu itu kalau tidak salah, aku hendak meminjamkan buku. Buku punya kakak kelasmu, pacarku sebelum kamu jadi pacarku. Ah, iya. Kamu menggunakan jaket kesayanganmu, abu-abu buram. Tapi aku suka, aku mulai melihat kamu sebagai sosok yang berbeda. Dari cara bicaramu, tatapanmu, kecerdasan yang terpancar dari ucapanmu. Ah, aku jatuh cinta saat sedang menjalin hubungan dengan orang lain yang adalah kakak kelasmu sendiri. Cinta pada pandangan pertama.
Aku percaya sampai detik ini, lama waktu sebuah hubungan. Tidak berpengaruh dengan seberapa besar rasa cinta yang dimiliki oleh seseorang, kita tidak lama menjalin hubungan sebagai  sepasang kekasih. Tapi terlalu lama menurutku untuk mampu menghilangkanmu dari setiap moment kehidupan yang aku jalani.
Kamu, terkadang aku rindukan, dilain waktu aku membenci kenapa kita harus bertemu. Mengukir kisah begitu hebat dan kamu hadir dengan kharakter yang membiusku. Berulang kali aku merendahkan diriku, mengirimkan sms "Aku ingin bertemu, walau hanya sekali saja. Biar semuanya bisa lepas dari anganku," dan berulang kali kamu menolaknya.
Kamu sekarang aku lihat semakin cantik, bahagia dengan dia. Dia, kawanku, yang kami dulu selalu bertegur sapa, dia yang terakhir kali di tahun 2011 menunjukkan mimik muka sungkan saat bertemu denganku di Kotaku. Dia yang mempunyai darah leluhur sama denganku. Ah hidup, terlalu kompleks untuk dicari kenapa semesta seolah berkonspirasi menghajarku dengan sebuah kenyataan, menghianati cinta, maka cinta akan menghianatimu pula.
Oh ya, aku sekarang sudah berhasil menggapai gelar Sarjana. Setidaknya aku tidak kalah dengan pacarmu itu, dengan kamu yang sedang mengejar gelar dokter hewan. Semoga dalam tahun ini. Aku bisa kembali ke Bogor, menempuh jenjang pendidikan Pascasarjana, dan kamu mau bertemu denganku. Sekali saja.
Selamat berbahagia kamu, segeralah menikah. Supaya harapanku benar-benar menjadi abu.
 

Kamis, 16 Mei 2013

Aku Ingin Punya Gelar Sarjana

Bagaimana perasaanmu saat akan memperoleh gelar Sarjana dalam 

hitungan hari? kalau kamu bertanya denganku, dengan lantang aku 

akan menjawab AKU BAHAGIA. Gelar yang sudah aku impikan 

sekian tahun lamanya.


Lepas dari SMA, aku tidak pernah berpikir ataupun menyerap 

sedikitpun informasi bahwa gelar Sarjana punya pengaruh besar 

dalam kehidupan pribadi. Tidak dari orangtua ataupun 

keenggananku sendiri untuk mengulik informasi.


Tahun 2009, pertama kali menjalani status sebagai Pegawai Negeri 

Sipil. Itulah saat dimana aku sadar dan melihat ada jurang pemisah 

besar antara mereka yang punya gelar Sarjana dengan yang bukan 

Sarjana di dalam kehidupan sehari-hari. Terlepas dari kamu 

mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan ataupun 

 diberikan tanggung jawab.

Aku harus Sarjana, pikirku saat itu. Walaupun aku sadar akan ada 

begitu banyak tantangan ke depannya. Mulai dari kesibukan 

pekerjaan maupun prosedur Birokrasi yang rumit untuk bisa lekas 

memperoleh gelar Sarjana.

Sampai di hari ini, sudah begitu banyak kisah. Baik senang 

maupun menyedihkan yang aku lalui untuk memperoleh gelar 

Sarjana yang aku impikan.


Kamu tahu, Sarjana bagiku subtansinya bukan sekedar penambahan 

beberapa huruf di belakang nama, ataupun untuk prestise di tengah masyarakat.

Aku melihat ke sudut cakrawala yang lebih luas. Ada banyak hal 

yang bisa aku lakukan, ada banyak pendapat dan tindakan nyata 

yang akan menemukan jalannya.

Bukan perkara gampang untuk sampai di hari ini, tiga hari 

menjelang Sidang Skripsi. Di salah satu Kampus Universitas 

Swasta (kecil) di Kota yang beranjak besar. Setelah sebelumnya 

menjalani pendidikan Ahli Madya di Universitas (yang bisa 

dibilang) bonafit. Ada banyak pergulatan di dalam diri sendiri, 

tantangan dari luar dan hambatan dalam banyak aspek.

Masih ada Sidang Skripsi yang harus aku hadapi, saat dimana aku 

harus bisa mempertahankan hasil penelitian di depan lima orang 

Dosen Penguji.


Semoga Sidang Skripsinya lancar, dan kemudian bisa melanjutkan  

ke Jenjang Pascasarjana teriakku ke semesta.

Aku punya beberapa nazar dan niat untuk aktif di dunia tulis 

menulis.

 Mohon do'anya, kawan.