Kamis, 06 Februari 2014

Pecinta Burung atau Pecinta Pujian?


Beberapa hari yang lewat, saya yang sedang sarapan di kantin kantor secara tidak sengaja terlibat pembicaraan dengan rekan-rekan kantor lainnya. Mengenai burung. Eits, bukan burung yang mereka bawa semenjak lahir lho. Ha ha ha ha, tapi burung berkicau yang banyak diperjualbelikan dan merupakan hasil perburuan dari alam liar. Mereka menceritakan kondisi terkini, di mana burung yang mereka incar sudah sangat langka di hutan.

Terang saja, jiwa konservasionis saya tergelitik perih mendengarnya. Seperti hati mereka yang ditinggal menikah saat sedang cinta-cintanya. :(

Sudah tahu langka, tapi masih juga antutisias untuk mencari cara mendapatkan jenis burung yang mereka incar. Di mana nurani mereka? apakah cuma demi hobi, lantas keseimbangan ekosistem diabaikan? gila!

Sebenarnya sudah lama saya mengamati trend para pecinta burung yang semakin menggeliat di kota ini. Bermula dari komunitas kecil, akhirnya berkembang dalam sebuah wadah yang semakin membutuhkan banyak burung dan otomatis meningkatkan permintaan.

Bagi masyarakat desa sekitar kawasan hutan yang rata-rata hanya lulusan sekolah dasar, iming-iming uang sekian ratus ribu atau bahkan jutaan mampu membuat mereka membelah hutan demi mendapatkan burung yang dipesan oleh orang-orang yang mengaku pecinta burung. 

Hal ini telah berlangsung sekian tahun, yang dulunya burung murai (dalam hal ini merupakan jenis primadona) bisa dengan mudah dijumpai di sekitar kebun atau pekarangan rumah. Sekarang keberadaannya bagai menemukan pasangan bagi para jomblo. Susah minta ampun. Bahkan berdasarkan penuturan rekan-rekan saya, ada beberapa pemburu yang menembus hutan sampai ke perbatasan Provinsi. Sungguh gila.

Sampai saat ini saya tidak mengerti alasan sesungguhnya bagi mereka mengoleksi sekian banyak burung, bahkan sampai mengeluarkan uang sekian puluh juta. Saya melihat, parade lomba burung berkicau yang mereka tuju. Hanyalah ajang untuk pamer kehebatan dan sekian banyak uang yang mereka miliki untuk bisa memenangkan turnamen. 

Yang lebih tidak masuk akal bagi saya, ada orang yang memang bertugas untuk melestarikan keanekaragaman jenis burung. Malah terlibat dan berperan sebagai pemasok. "terkutuk kalian," batin saya. 

Burung, mempunyai peran vital di alam. Mereka menjaga tumbuhan dan pohon agar bisa saling bertukar serbuk sari demi kelestarian jenis, mengontrol hama pengerat pohon dan banyak fungsi lainnya. Kalau keberadaan mereka sendiri terus dirongrong, maka kita patut waspada. Bencana demi bencana yang disebabkan oleh keserakahan akan terus terjadi.

Jadi mereka PECINTA BURUNG atau PECINTA PUJIAN?

Bagi saya pribadi, mereka tidak lebih dari orang-orang picik yang haus pujian dan keinginan untuk pamer. Mereka orang-orang yang tidak menghargai kebebasan mahluk ciptaan Tuhan. Mereka tidak menghargai akal pikiran yang mereka miliki.

Semoga kelak, ada ketegasan dari Pemerintah untuk menghukum mereka yang terlibat dan kepedulian dari banyak orang untuk menolak keberadaan burung hasil perburuan dari alam liar di sekitar lingkungan tempat mereka tinggal.

Semoga anak cucu kita, tidak akan hanya bisa menikmati kicauan indah burung yang berlarian dari satu dahan ke dahan lainnya dari siaran televisi saja. SEMOGA.