Senin, 30 Desember 2013
Perkara Menulis
Jumat, 27 Desember 2013
2013
Sabtu, 16 November 2013
Bak Hendak Memakan Buah Simalakama
Tersebutlah seorang pegawai muda, energik, penuh dengan letupan ide-ide dan keinginan untuk menambah pengalaman. Terlibat di dalam satu event tingkat nasional, butuh kerja keras dan dedikasi di awal kegiatan. Mulai dari perencanaan, rapat-rapat, pencarian dana awal guna memperlancar kegiatan dan begadang hampir tiap malam.
Tapi, dari hari ke hari. Progress kegiatan bukannya semakin membaik. Justru semakin kacau dan tidak terkendali. Ada begitu banyak yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam bayangan dan harapan sang pegawai muda. Birokrasi yang karut marut, garis koordinasi yang tidak jelas, kepanitiaan yang tidak terorganisir dengan baik dan ada begitu banyak hal lainnya yang membuat sang pegawai merasa dia telah salah memilih jalan hidupnya untuk masuk ke dalam birokrasi.
Ide, satu hal yang bagi dia sangat berharga. Seperti hal-nya memberikan buah segar kepada seorang bapak. Tapi kemudian sang bapak menolak tanpa penjelasan yang baik. Kemudian buah tersebut membusuk, dipungut oleh sang kakek dan diberikan lagi kepada sang bapak untuk dimakan. Coba tebak apa yang terjadi, sang bapak dengan terpaksa memakan buah tersebut.
Jadi, kamu bisa membayangkan, bagaimana dongkolnya pegawai muda tersebut. Dengan inisiatif dan semangat yang menggebu-gebu. Justru dipatahkan oleh ketololan dan rapuhnya mental dari generasi tua.
Meninggalkan event tersebut di tengah jalan jelas bukanlah satu hal yang bijaksana. Tapi, tetap bertahan dengan kondisi yang ada. Juga bukan merupakan satu pilihan yang bisa memberikan manfaat. Malah akan semakin membuat sang pegawai merasa muak dan memperburuk hari-hari yang dijalaninya.
Sang pegawai tidak terbiasa bekerja dengan orang-orang bodoh dan dia terlambat menyadari. Tempat dia bekerja memang rata-rata diisi oleh oleh bodoh dan tamak akan kekayaan.
Kalian tahu, kondisi tersebut sangatlah tidak bagus untuk mengembangkan potensi. Harus ada satu perubahan secara signifikan. Seharusnya pemimpin secara tegas memberikan instruksi dan juga berbarengan dengan sanksi apabila anak buahnya gagal. Tapi sayangnya, bangsa ini memang kekurangan pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas, tanpa kompromi. Maka jadilah seperti hari ini, kegiatan yang dalam kalkulasi sang pegawai muda bisa sukses dan memberikan efek domino yang sangat baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Justru terancam berjalan dengan sangat tidak baik.
Menyedihkan.
Senin, 05 Agustus 2013
Teh Telur
Berhubung ada telepon masuk. Sekian dulu. Xoxoxoxo.
Sabtu, 20 Juli 2013
Follower
Untuk bisa jadi seorang Follower, tentu saja seseorang harus punya satu akun twitter, dengan id yang dia inginkan dan masih tersedia atau tidak, karena di Twitter, dua orang saja tidak akan bisa punya satu id akun yang sama.
Saya pertama kali membuat akun Twitter pada bulan September 2009, tapi akun ini tidak sempat berisikan tweet karena kebingungan penggunaan dan belum menemukan kenikmatannya di mana dan saya masih sebagai user Facebook, yang masih getol untuk update status.
Baru pada Februari 2010, saya mulai aktif sebagai pengguna Twitter dan mulai menjadi Follower berbagai akun yang menyajikan informasi maupun berbagai macam keseruan yang bisa saya dapatkan dengan mudahnya. Saya menikmati setiap informasi yang tersaji di Timeline dan bisa menyalurkan hobi saya dalam menulis, walaupun hanya terbatas pada 140 karakter saja. Saya bisa dengan asyiknya mencurahkan berbagai pemikiran, berkomunikasi dengan kawan-kawan maupun curahan hati, tanpa saya harus khawatir dengan segala macam tetek bengek kosakata berjudul "nyinyir, caper, twitwar dll."
Tapi, pada 2012, mulai terjadi pergeseran penggunaan Twitter yang saya alami. Bermula dari satu komunitas, yang memang bertujuan untuk senang-senang dan akhirnya mulai berinteraksi dengan banyak akun Twitter lainnya, yang rata-rata didominasi oleh user yang usianya masih relatif sangat muda. Saya merasakan ada begitu banyak perubahan, yang dulunya hanya sebagai Follower, sekarang mulai difollow oleh banyak akun lainnya. Entah mereka iseng atau sekedar kurang kerjaan. Saya sedikit banyak terpengaruh oleh trend yang berkembang, ada semacam perlombaan untuk bisa punya banyak Follower, intensitas saya untuk posting tweet semakin tinggi, berbagai tipe tweet saya coba, dan akhirnya saya bosan sendiri. Ada begitu banyak judul tweet nyinyir, caper, sok selebtwit, twitwar dan bla bla yang akhirnya lebih mendominasi dibandingkan upaya yang lebih postif dalam sebuah komunitas besar.
Ada sebuah trend yang saya bingung harus menyikapinya seperti apa. Satu komunitas atau lebih dikenal dengan sebutan Circle di Twitter yang beranggotakan orang-orang yang memiliki satu kesamaan, baik hobi maupun melempar tweet yang bisa mereka buat seru. Akhirnya bermetamorfosa menjadi satu komunitas yang selalu siap untuk twitwar; menyerang satu atau beberapa akun Twitter yang bersebrangan pemahaman dengan mereka. Lantas berhamburan tweet-tweet yang saya pikir kurang begitu pantas untuk di-postingkan dan jadilah satu atau beberapa orang menjadi pesakitan. Karena semakin banyak jumlah kamu, semakin tinggi variabel kebenaran (subjektif) yang dimiliki. Menyedihkan sekaligus suka bikin saya tertawa sendiri. "Pantas saja Belanda melalui VOC bisa bertahan begitu lama di Bumi Nusantara, bila generasi saat ini saja kelakuannya seperti itu," batin saya. Padahal perkara bisa dibuat simpel, kalau memang tidak suka, ya unfollow. Sibukkan diri dengan aktifitas lainnya, lebih bermanfaat, apalagi di bulan suci Ramdhan seperti saat ini.
"Manusia memang selalu ingin mendapatkan tempat istimewa. Bahkan untuk tinjanya," kurang lebih begitu ujar seorang Surayah Pidibaiq. Rasa solidaritas pada satu kelompok, mengalahkan logika, nalar maupun hati seseorang. Keinginan untuk menjadi superior. Tapi ada sisi lain pada diri saya yang berpikir, mungkin mereka masih terlalu muda untuk bisa bersikap santun dan menghargai begitu banyak perbedaan atau sekedar mencari keseruan disebabkan hidup mereka sangat tidak asyik di dunia nyata sehingga beralih ke dunia nyata. Dan bisa jadi, saya lah yang salah karena masih bertahan mem-follow mereka atau kurang pintar mendefinisikan maksud dan tujuan mereka. Untungnya saya bisa sedikit berdamai dengan ego, mulai mem-follow semua akun yang semula jadi follower saya, menjauh dari semua drama dan belajar menikmati semua yang tersaji di Time Line. Welcome to the Jungle, eh Twitter.
Selasa, 09 Juli 2013
Ramadhan 2103
Semoga puasa kali ini, saya bisa mengukir pengalaman baru dan melompat ke fase hidup selanjutnya. Setidaknya, kehidupan harus bergerak sesuai kodratnya.
Ada begitu banyak harapan yang ingin diwujudkan, paling utama adalah perbaikan kualitas diri. Mampu meningkatkan rasa sabar, mengontrol emosi ke arah yang positif, mengurangi sifat ceroboh dan banyak hal lainnya.
Apa yang harus disyukuri akhir-akhir ini adalah walaupun kerapkali kondisi fisik tidak prima yang disebabkan oleh keteledoran mengatur jadwal istirahat. Ada kepercayaan diri yang kembali, setelah sempat mengambang sejak lima tahun silam.
Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga ada perubahan, tidak perlu muluk-muluk, hal prinsipil saja dulu saya kira sudah cukup. Seperti semakin tercukupinya kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Amiin.
Senin, 01 Juli 2013
Prosesi Wisuda, Pentingkah?
Mungkin terdengar aneh atau bisa jadi disebabkan saya sudah pernah mengikuti prosesi wisuda saat lulus di Program Diploma III. Saya memutuskan tidak akan ikut wisuda. Acara seremonial bagi saya cuma semacam pemborosan waktu, energi dan biaya tanpa subtansi. Karena penerapan akan gelar yang saya peroleh, bagi saya jauh lebih penting daripada cuma sekedar acara "bergesernya tali di toga," foto-foto dengan keluarga dan lain sebagainya. Biarlah, biaya yang sudah saya keluarkan untuk dan ternyata tidak mengikuti prosesi wisuda, bisa bermanfaat untuk para peserta lainnya.
Mungkin saya terlalu idealis, bisa jadi saya sudah terlalu muak dengan berbagai macam acara bersifat perayaan selama ini. Selamat wisuda kawan-kawan. Saya berbahagia untuk kita semuanya.
Jadi, pentingkah prosesi wisuda?
Bagi saya, tidak.
Kamis, 27 Juni 2013
Cerita Juni
Pada udara kemarau yang labil
Dingin menggigit tulang dikala fajar menyingsing
Panas serupa sejumput api neraka terlontar pada siangnya
Juni selalu ingin bercerita
Kepada aku yang perlahan muak dengan hidup bersama orangtua
Rutinitas pekerjaan yang begitu-begitu saja
Pertanyaan di kepala yang selalu berulang-ulang bergema
Juni berkoalisi dengan semesta
Membuatku semakin tersesat terbelenggu oleh bayangan semu
Akan hadir sepasang sayap indah yang bersembunyi di balik punggungmu
Pada aku yang seringkali membenci pilihan hidupku sendiri
Juni hadir bersama kabut pagi yang pekat
Pada angin yang semakin betah hilir mudik di tubuh gempalku
Asap tembakau yang jika dikumpul membentuk satu gumpalan besar serupa danau sisa tambang liar
Perjalanan yang sama setiap harinya, muka yang selalu berbeda setiap harinya pula
Juni juga tak lupa menitipkan secuil cerita indah
Jenjang pendidikan normal manusia abad 21 yang berhasil aku selesaikan
Kerukunan orangtua dan adik yang semakin tumbuh dengan cerdasnya
Anak kucing yang semakin lucu dari hari ke hari
Juni menitipkan banyak pesan
Bersama angin gunung yang seringkali singgah ke kota kelahiranku
Mengusap kuduk agar segera mencari pendamping hidup
Ketakutan akan pemikiran abstrak dari kebodohan sendiri
Ini juni dan aku belum benar-benar siap akan pilihanku empat tahun yang lalu
Kisah cinta sepenggal yang menguasai waktu
Juni, boleh aku mengajakmu berdamai?
Ikhlaskan aku memulai satu yang baru
Rabu, 26 Juni 2013
Hari Rabu di Minggu Terakhir Bulan Juni
Sudah beberapa hari tidak posting bukan karena kehabisan kata-kata. Justru ada lusinan rangkaian kalimat yang hendak berloncatan dan menarikan tari samba. Tapi lebih kepada menunggu mood dan kondisi fisik sedang prima, karena apa? karena aku sayang kamu. Halah.
Banyak kejadian yang sudah jadi sejarah pada beberapa hari sebelum hari ini. Dimulai dari domonstrasi besar-besaran menolak kenaikan BBM oleh mahasiswa diberbagagai daerah dan akhirnya tetap diumumkan secara resmi oleh Presiden RI bahwa BBM naik, kasus kerusuhan antara Syiah dan Sunni di Sampang dan Pidato "lemah" SBY meminta maaf kepada Pemerintah Malingsia dan Singapurapura terkait kiriman asap akibat pembakaran hutan dan lahan oleh pihak yang mau cari cara mudah tanpa mengeluarkan modal besar. Ah, Indonesia, dipimpin oleh seorang presiden yang bahkan tidak mampu secara spesifik menjabarkan kondisi sebenarnya.
Memposisikan diri jadi pengamat itu asyik juga ternyata, ya. Selain kita bisa menertawakan banyak hal janggal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, juga bisa bersimpati terhadap begitu banyak penderitaan yang terjadi di republik ini. Hal yang paling penting adalah dari semuanya, saya pribadi bisa mengkoreksi diri, akan begitu banyak kekhilafan yang sering dilakukan dalam tindakan sehari-hari.
Ini hari rabu terakhir di bulan juni, tidak lama lagi kita akan menyongsong bulan suci ramadhan. Bulan penuh berkah dan sasana pribadi untuk bisa jadi lebih baik, sama saja atau bahkan lebih buruk.
Semuanya tinggal dipilih dan dijalani.
Harusnya saya di Bogor pada minggu ketiga ini, untuk mendaftar pada jenjang pendidikan pasca sarjana. Tapi, atas nama taat pada aturan pemerintah. Saya menunda niat saya, semoga tahun depan bisa terealisasi. Hidup selalu dipenuhi oleh rencana-rencana, tapi terkadang ada beberapa hal yang harus bisa dimaklumi kalau rencana tersebut tidak terwujud.
Oh ya, setiap manusia kukira punya kegelisahan masing-masing, yang bersumber dari keinginan-keinginan yang belum terwujud. Tidak apa, saya sedang mengalaminya dan bisa dibilang sering. Beginilah hidup, cuma diri sendiri yang tahu apa sebenarnya kegelisahan yang kita punya bersumber dari apa dan semoga kapasitas diri mampu untuk menetralisirnya menjadi sesuatu yang positif sekaligus pelecut semangat untuk menjalani kehidupan ke depannya. Saya pikir, jujur pada diri sendiri sekaligus berpikir positif untuk semua hal adalah kuncinya.
Sekian dan terima kasih sayang dari kamu. Uwuwuwuwu.
Jumat, 21 Juni 2013
Fokus
Menurut KBBJ: Kamus Berbahasa Bang Jemmy. Fokus adalah sama halnya dengan melupakan kamu-yang-susahnya minta ampun. Betapa tidak, ketika sedang mengerjakan satu kegiatan, selalu ada saja godaan untuk melakukan kegiatan lainnya. Contohnya: sebelum gue menulis ini, gue sedang mengerjakan peta dan tiba-tiba ingin menulis ini. Ya sudah, buyar semua kegiatan yang sudah gue canangkan dari hari kemarin.
Fokus itu apa?
Gue cuma tahunya fokus dan bisa fokus itu cuma pada saat buang aing besar. Sumpah, gue gak bohong. Karena setelah gue pikir dengan mencoba fokus dari apa saja yang menyebabkan gue sampai detik ini susah fokus. Gue tiba-tiba terlempar ke masa lalu. Masa menjalani pendidikan sebagai seorang pelajar. Kamu juga mungkin mengalami kondisi yang sama, dimana setiap hari dijejali oleh begitu banyak mata pelajaran, yang otomatis kamu harus membagi fokusmu ke berbagai aspek. Mulai dari PR Mapel A sampai K. Coba bayangkan saudara-saudara setanah air beta. Bagaimana kita bisa punya kemampuan untuk fokus, kalau sedari belia saja otak sudah dipenuhi oleh berbagai macam tetek bengek yang tidak dipergunakan pada saat bekerja, kecuali membaca dan menulis. Begitu juga saat menempuh pendidikan di Universitas. Sama saja. Tiada beda.
Jadi apa itu fokus?
Menurut pendapat saya yang susah fokus. Fokus adalah satu ketetapan dari diri untuk bisa secara konsisten mengerjakan/memikirkan satu kegiatan pada satu waktu. Ya, cuma satu. Pikiran dilarang untuk bercabang karena bukan lidah ular. Halah.
Tersebutlah beberapa hari yang lewat. Saya berdiskusi dengan atasan di kantor. Beliau berujar sembari tertawa "Kita tidak pernah profesional dan fokus pada Tupoksi (tugas pokok dan fungsi), sehingga apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita. Terbengkalai semuanya."
Jadi, mungkin dalam keseharian kita. Ada begitu banyak inkonsistensi untuk bisa fokus pada satu aspek. Semua dikerjakan dalam satu moment. Sehingga produk yang dihasilkan tidak benar-benar sesuai dengan harapan. Contoh: pedagang kaki lima yang menjual bensin di pinggir jalan, lokasinya berdekatan dengan Pom bensin pula. Buat apa? sudah ada pembagian tugas dari negara dan kesepakatan masyarakat. Tapi, beginilah Indonesia, bung. Semua orang seolah mengetahui dan ahli dalam banyak hal. Sampai pengusaha warkop pun bisa berbicara politik dan seolah-olah ucapan dia bisa menentukan nasib bangsa ini.
Coba bandingkan dengan penduduk di Negara Jepang atau Jerman atau Korea Selatan. Mereka terdiri atas berbagai lapisan masyarakat yang sudah mengklasifikasikan dirinya masing-masing pada satu pekerjaan. Bukan seperti penduduk Republik Indonesia tercinta ini.
Tapi hei, coba lihat kemajuan yang mereka dapat. Kesejahteraan yang mereka nikmati, tidak perlu ada lagi kondisi bergelantungan pada atap kereta api, mempertaruhkan nyawa di jalan dengan berjalan di trotoar yang diambil alih pengendara motor dan begitu banyak kematian yang disebabkan oleh tidak fokusnya masing-masing stakeholder pada bidang pekerjaannya. Ada banyak contoh dan kamu pasti bisa menyimpulkan sendiri.
Sekali lagi, apa itu fokus?
Bisa fokus atau boleh saya kerucutkan menjadi profesional di bidangnya cuma sebatas mimpi bagi sebagian banyak orang di Republik ini. Karena apa? karena pemimpin dan perwakilan rakyat mereka sendiri, yang dipilih oleh mereka sendiri. Justru tidak fokus memikirkan kesejahteraan rakyat.
Jadi, sudahlah. Saya pribadi akan mencoba fokus dan profesional. Tapi di bidang apa? belum tahu kalau saya bilang. Do'akan saja saya secepatnya tahu dan mahfum. ha ha ha ha ha.
Kamis, 20 Juni 2013
Tanda Tanya
Hari jumat untuk kesekian kalinya dalam rentang jatah hidup di dunia. Kemarin tinggal sejarah, atau detik di mana saya menuliskan paragraf awal tadi. Masa lalu menjadi semakin jauh. Tapi kenangan menjadi-jadi tumbuh dengan suburnya.
Saya sedang tidak ingin menceritakan apa-apa. Karena kehidupan berjalan sudah seperti kehendak Yang Maha Kuasa. Tinggal mau memilih rute hidup yang mana. Saya sedang coba merangkai pola pikir yang ada di kepala. Apa yang sebenarnya hendak dicapai dalam kehidupan. Kenapa ada begitu banyak target yang harus dicapai, tidak bisakah saya tetap tertawa tanpa memikirkan esok harus memulai satu tantangan baru. Sepertinya tidak, karena semuanya sudah harus terjadi seperti apa yang akan terjadi.
Seolah pasrah, ya?
Kehidupan selalu penuh dengan pertentangan dan pengharapan. Ketika saya pribadi memulai satu pilihan dalam hidup, maka akan banyak pertentangan yang terjadi. Tidak saja dari diri sendiri tapi juga dari lingkungan sekitar.
Apa lagi, ya?
Humm. Selama langit masih belum tahu ujungnya di mana. Selama itu juga pertanyaan akan selalu muncul di kepala.
Catatan Perjalanan Dinas
Berdasarkan surat perintah tugas yang diterima. Hari ini diwajibkan untuk melaksanakan tugas orientasi calon hutan adat di Desa Baru Kibul, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Jangan tanya itu di mana, akan panjang ceritanya.
Areal sawah yang sudah lama tidak dibudidayakan di pinggir Hutan Adat Desa Baru Kibul |
ini pohon senggeris. lihatnya dengan memerengkan kepala tentunya. (._. ) |
Hutan adat, sejauh ini. Merupakan areal ber-hutan yang ekosistemnya paling terjaga-selain Taman Nasional. Karena, hutan dijaga berdasarkan hukum adat, dan masyarakat di (hampir) seluruh desa di republik ini sepertinya jauh lebih taat pada hukum adat dibandingkan hukum negara.
Kekuatan leher anda dicoba pada postingan kali ini. |
Hutan adat yang kali ini disurvey, masih memiliki ekosistem alami. Dibuktikan dengan penutupan lahan yang didominasi oleh pohon-pohon besar dan beranekaragam jenis. Ada terlalu banyak pengulangan "hutan adat, ya?" abaikan saja. Saya sedang dalam kondisi lelah saat menulis. ha ha ha ha
Perjalanan menuju desa menempuh jarak sekitar 40 km dari ibukota kabupaten yang adalah tempat saya tinggal yang mana saya tinggal dengan masih menumpang pada orangtua saya.
Kondisi jalan yang ditempuh didominasi oleh jalan berlubang dengan batu-batu seukuran kepalan tangan pria belum dewasa. Jadi butuh skill handal untuk menempuh perjalanan kali ini, dan kasihanilah pacar saya vixion, yang jadi korban "kebobrokan birokasi." (akan saya tulis diedisi berikutnya)
Demikian kisah perjalanan dinas saya kali ini. Banyak yang janggal dari tulisan ini? sengaja. Yang penting saya mulai bisa berkomitmen untuk selalu menulis.
Rabu, 19 Juni 2013
CEPAT
Wanita dengan senyum terindah yang pernah aku temui. Mungkin sedang mengatur ulang rambut legamnya yang berkibar oleh angin senja.
Cepat, kamu terlalu lama memilih pakaian yang semuanya bernada sama. Hitam dengan motif yang sudah memudar.
Cepat, dia bukan wanita yang akan bersabar menunggumu.
Kemudian aku mengendarai motor kesayanganku seperti diburu hantu. Kendaraan lain aku lihat hanya seperti bayangan tanpa wujud nyata.
Ah, itu dia. Bergegas aku berlari menghampirinya. Hasrat ingin memeluk sudah membuncah di dada. Betapa aku merindukan dia. Rona merah di pipi yang selalu aku puja. Gingsul yang membuat dia semakin mempesona.
Tapi tunggu dulu. Siapa pria dengan kemeja kotak-kotak yang sibuk berbincang denganmu. Siapa dia?
Seandainya kamu bisa melihat. Sudah ada tanduk setajam Katana tumbuh di kepalaku.
Emosiku membuncah. Kamu pengkhianat!
Aku berteriak memanggil namamu. "Hei, beginikah balasan dari cinta tulusku?"
Kamu semakin tertawa kencang. Aku lihat jelas rona kebahagiaan terukir di wajah cantikmu.
Aku berjalan semakin mendekat. Tapi, kenapa kamu tidak menyadari kehadiranku?
Tanganku hanya memukul udara kosong. Padahal targetku jelas, wajah pria brengsek itu.
**
Tak lama aku melihat segerombolan pria memakai baju berwarna putih dan seragam coklat. Mereka dengan muka tidak bersahabat meringkusku dan kemudian memborgol tanganku.
"Sakit, Pak. Apa salah saya!?"
Hantaman koran bertanggal tepat sebulan dari hari ini mengajar pipiku.
"Sudah saya bilang berulang kali, baca dan segeralah tobat menjadi orang gila."
**
Aku menatap nanar judul halaman utama koran yang ku baca. Pada satu kamar dengan seluruh dindingnya berwarna coklat tua.
Headlinenya sangat jelas "Karena Cemburu Buta. Seorang Pemuda Membantai Kakak Beradik di Taman Kota."
Ah, andai saja aku hari itu tidak cepat menyimpulkan semuanya. Andai aku tidak cepat curiga padamu pada hari sebelumnya.
Selasa, 18 Juni 2013
Menulis
Selasa, 11 Juni 2013
Hari Ini Cuaca Dingin Sekali
Dingin, Dingin, Dingin. Aku ingin kotaku selalu seperti ini. Dingin.
Mungkin dulu aku dilahirkan pada saat cuaca sedang dingin di sabtu sore pada masa lalu.
Atau juga mungkin, aku memenangkan pertarungan dengan jutaan sel sperma lainnya pada saat cuaca dingin?
Selalu ada banyak kemungkinan dalam setiap pemikiran.
Kamu masih juga suka dingin? saat kita berbagi kehangatan pada saat cuaca dingin? masih ingat?
Cuaca dingin, sama halnya dengan hujan. Bagiku selalu membawa bertumpuk-tumpuk kenangan indah dan tidak.
Seperti 10tahun yang lalu, saat aku cuma remaja berusia 16tahun. Terdampar pada sambungan gerbong kereta api ekonomi menuju Jakarta. Pada malam yang dingin, untuk pertamakalinya menjejakkan kaki di Ibukota.
Aku juga selalu ingat, kamu satu saat di masa depan. Ingin berdomisili di kota yang selalu dingin, iya, di Malang.
Dingin, aku cuma ingin membuatku jariku menari. Agar ia bisa hangat dan meresapi dinginnya malam ini, sekaligus tidak membiarkan blog ini terlalu lama kering tanpa tulisan.
Jumat, 31 Mei 2013
Untuk Kamu, Bunga Paling Indah dalam Hidupku.
Kamis, 16 Mei 2013
Aku Ingin Punya Gelar Sarjana
Kamis, 11 April 2013
Dialog
Siapa kamu?
Rabu, 03 April 2013
Cinta semut pada sendok kopi.
Siang ini, yang aku pulang dari
kantor lebih cepat. Karena masih
dalam masa dinas luar. Aku mendapatkan
satu pelajaran.
Dari wujud cinta semut pada sendok
kopi.
Mereka berkerumun penuh semangat.
Menghisap sari glukosa yang tersisa.
Bergerak tangkas dan lugas. Semut
yang kecil, namun berkemauan besar.
Mampu mengendus sumber makanan
dan dengan cepatnya menyebarkan
informasi. Begitu kompak.
Andai manusia bisa belajar banyak dari semut.
Berjuang bersama-sama untuk mendapatkan sesuatu.
Demi satu tujuan.
Menepiskan ego dan bahu membahu mengumpulkan saripati makanan.
Untuk kemaslahatan bersama.
Kita, manusia. Seringkali lupa. Bagian dari semesta. Yang saling terkorelasi satu dengan yang lainnya.
Ego pribadi jadi dewa. Masing-masing merasa paling benar, dan berujung pada saling tikam. Frontal maupun tidak.
Kelompok-kelompok berserakan. Terpisah atas hal yang tidak layak diperdebatkan.
Yang pintar semakin pintar. Tapi tidak mampu menularkannya ke lingkungan tempat ia tinggal.
Hanya untuk dirinya sendiri. Ego.
Cinta semut pada remah makanan dan secuil kopi pada sendok. Harusnya menyadarkan kita. Ketidakpuasan mendapatkan sesuatu tidak akan pernah usai. Bak meminum air laut.
Semakin diminum, semakin haus.
Baru saja mendapatkan satu kenikmatan. Selanjutnya akan menuntut yang lainnya.
Atau perlu contoh lain. Aku rasa semuanya mahfum. Tapi kemudian melakukan pembiaran. Bersembunyi dalam kantung tidur penuh kehangatan.
Ada yang bilang harus revolusi.
Revolusi apa?
Revolusi sebatas gerakan lidah?
yang kemudian bungkam oleh setumpuk uang.
Aku melihat begitu banyak hasil pemikiran berseliweran. Mana hasilnya?
Semua salah siapa? leluhur? atau buah dari ketidaksabaran?
Akan muncul begitu banyak pertanyaan dalam kepala, dan semoga jawabannya akan tiba.
Rabu, 13 Maret 2013
- Seseorang berubah bentuk menjadi rangkaian kata-kata.
- Seseorang bebas menjadi siapa saja, selagi dia mau.
- Dengan begitu gampangnya mendapatkan apa saja yang diinginkannya, yaitu di antara dunia lain:
- Pelajaran hidup, salah satunya dari seorang Surayah @Pidibaiq melalui perbincangan dia dengan para follower;
- Kegilaan-kegilaan baru;
- Teman baru;
- Pacar (ini butuh skill sepikan kelas wahid) selain kegantengan (padahal belum pernah sukses);
- Relasi bisnis (ini perlu keahlian);
- Hadiah kuis (ini perlu usaha, kecerdasan dan faktor luck);
- Hinaan-hinaan tentang kejombloan seseorang;
- Konten Agama;
- Ramalan bintang;
- Motivasi;
- Polisi, Hakim dan Jaksa time line;
- Musuh (ini butuh mental) dan ada begitu buaanyak hal seru lainnya.