Akhir-akhir ini, mungkin banyak di antara kita yang menjumpai atau
merasakan sendiri. Orang-orang yang suka mengumbar emosinya dalam bentuk
amarah. Entah dengan berteriak, menggerutu atau bahkan mengumpat. Seakan cuma
dengan marah, semua permasalahan yang dihadapi akan segera tuntas.
Saya baru saja mengalaminya pagi tadi. Dalam moment rapat resmi, saya harus
menanggung kesalahan atasan dalam bentuk amarah dari "pejabat
tinggi." Sungguh menyebalkan rasanya, tapi membalas dengan tindakan serupa
juga tidak akan memberikan dampak apapun, bisa jadi malah akan memperburuk
keadaan.
Saya cuma heran, kenapa begitu banyak orang suka sekali mengumbar
amarahnya. Apalagi di depan khalayak ramai, bukankah itu cuma menunjukkan
ketidakdewasaan mereka dalam bersikap.
Cobalah memberikan contoh yang baik, marah-marah untuk menunjukkan (seolah)
dirinya paling benar tidak akan memberikan dampak baik. Malah hanya akan
memperkeruh suasana atau bahkan lebih buruknya membuat seseorang menyimpan rasa
dendam tak berkesudahan.
Saya mencoba memaklumi, kenapa sang bapak sampai sedemikian marahnya.
Apalagi dengan posisi saya yang cuma anak bawang. Mungkin dia merasa bisa
mengeluarkan uneg-unegnya dengan bebas. Coba saja saya seorang Presiden. Mana
berani dia marah-marah dengan saya. Saya berani taruhan pacar (yang tidak saya
punya). Ha ha ha ha.
Si bapak marah juga setelah saya renungkan, adalah akibat ketidakbecusan
beberapa orang yang dibebankan amanah sebagai pejabat dalam menerjemahkan isi
surat undangan rapat yang sudah mereka baca. Biasa, pejabat sekarang lebih suka
rapat dan perjalanan dinas dengan fasilitas yang memberikan mereka kesenangan
sesaat. He he he he.
Sebenarnya saya juga termasuk dalam kategori manusia yang suka mengeluarkan
emosi/rasa tidak senang dalam bentuk amarah. Tapi ternyata, setelah kena
semprot di depan publik. Saya berpikir ulang untuk marah-marah ke depannya.
Sepertinya, hidup akan lebih indah bila semua masalah dihadapi dengan
tertawa. Walapun palsu. Ha ha ha ha ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar