Jumat, 07 Maret 2014

Kapan Nikah?

Oke, hari ini gue mendapat pertanyaan yang ke-1.678.764 kalinya tentang "kapan elu menikah?," it's fayn, temen-temen sekantor gue adalah segelintir manusia yang paling peduli terhadap status single rekan kerjanya. Ha ha ha ha. 


Beruntungnya gue selalu punya jawaban: 
1. Gue nunggu penyesuaian Pangkat dan Golongan. 
2. Gue pengen ngelanjutin pendidikan ke jenjang Pascasarjana. 
Kemudian mereka akan punya segudang alibi untuk mematahkan jawaban yang gue berikan, and that was so funny. Betapa mereka tidak pernah lelah mengajukan pertanyaan yang sama pada esok harinya dan akan terus berulang sampai gue MENIKAH. Damn!

Sebagai manusia yang hidup di tengah komunitas masyarakat setengah kota setengah ndeso. Gue mencoba memahami dasar mereka terus saja berulang kali mengajukan pertanyaan yang sama. MEREKA GAK PUNYA KERJAAN LAIN SELAIN ITU. PPFFTT *emot tanduk numbuh di kepala* 

Untuk seorang ABEGE yang menjelang usia aqil baliq seperti gue. Pertanyaan "kapan menikah?" seperti deru suara knalpot bajai di gang sempit perumahan di Jakarta. Berisik dan mengganggu, membuyarkan mimpi yang susah payah gue skenariokan dari kemarin malam. Ha ha ha ha.

Oukey, time for serious. But, wait. I wanna say hello to my ex. Kapan Menikah? 

Menikah, menjadi misteri terbesar untuk gue. Honestly. Gue gak punya kisi-kisi untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Gue sendiri masih bingung untuk menentukan dengan siapa dan kapan akan menikah tepatnya. Hanya "insya Allah tahun ini. Haqqul yakin." O:-)

Siapa yang tidak mau menikah, kecuali cacing yang hermaprodit. #lah 
Tapi, pandangan yang terlalu mengeneralisir saat seseorang yang berusia matang dan mempunyai pekerjaan tetap harus segera menikah gak bisa donk diterapkan ke semua orang. Selalu ada latar belakang hingga seseorang seperti gue memilih untuk belum menikah sampai dengan usia aqil baliq seperti saat ini.
Menikah, menurut keyakinan gue. Bukanlah satu hal yang bisa dijalankan dengan asas "mangan ora mangan sing penting bergumul," YO ORA ISO, SU. Butuh modal dan kesiapan lahir maupun bathin. Karena gue melihat sendiri, betapa banyak pasangan yang berkomitmen untuk berumahtangga terjerumus dalam permasalahan yang tak kunjung usai karena keputusan mereka yang terburu-buru saat belum menikah.

Gue punya keyakinan, rumah tangga yang dijalani dengan kesiapan mental, dompet, fisik dan niat yang tulus untuk menyempurnakan agama. Adalah sebaik-baiknya kehidupan pernikahan. Harus ada perencanaan yang matang akan dengan siapa gue bakal menikah, bagaimana menjalaninya dari segi finansial, akan seperti apa pola dalam membesarkan keturunan, pemenuhan sandang pangan dan papan yang merata, pengembangan usaha sampingan dan banyak lainnya. Point paling penting adalah gue bakal yakin untuk berbagi hidup dengan pasangan gue baik dalam suka maupun duka hingga tua nanti. Bukan begitu, mahluk paling sempurna? He he he he.

Akan ada waktunya nanti. Tahun ini. Insya Allah. :D









NB: Sejujurnya, keimanan dan keimronan gue semakin memberontak. Jadi you know lah. :/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar