Membina kawasan Hutan Adat, merupakan salah satu tupoksi yang harus saya jalankan. Di dalamnya ada kegiatan tata batas kawasan hutan adat dan pembinaan Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA).
Secara hukum, hutan adat merupakan satu kawasan yang dikelola oleh masyarakat dan terpisah dari kawasan hutan negara.
Pengukuhan hutan adat sendiri berawal dari pengajuan permohonan oleh masyarakat desa sekitar kawasan hutan, yang mereka tasbihkan sebagai hutan adat dengan mempertimbangkan faktor fungsi kawasan sebagai zona tangkapan air atau pertimbangan kearifan lokal yang mereka punya. Selanjutnya adalah tugas Dinas Kehutanan untuk mengukur luas calon hutan adat dengan menggunakan teknis yang sudah ada, yaitu menggunakan GPS dengan melibatkan beberapa stakeholder terkait.
Pengukuhan kawasan hutan ditetapkan oleh Bupati dan selanjutnya menjadi pegangan hukum untuk KPHA mengemban amanah dan memanfaatkan kawasan ataupun meminta dukungan dari Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi yang ada.
Hutan adat bagi saya, merupakan satu kawasan selain Taman Nasional, yang masih bisa diakui sebagai hutan. Sesuai dengan definsi pada UU No 41 Tahun 1999. Karena, kondisi keanekaragaman flora maupun fauna yang ada di dalam kawasan masih terjaga dengan baik dan apa adanya. Sehingga bisa memberikan manfaat secara langsung dan nyata terhadap masyarakat yang ada di sekitar.
Manfaat paling nyata dari keberadaan hutan adat adalah ketersediaan pasokan air yang tidak pernah habis walaupun sedang musim kemarau, yang digunakan masyarakat baik sebagai sumber air untuk mengaliri sawah mereka ataupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, ada banyak lagi potensi dari hutan adat yang seandainya bisa dikelola secara optimal, akan bisa memberikan dampak positif yang jauh lebih luas.
Hutan adat sebagai salah satu objek wisata salah satunya, yang bisa mendatangkan wisatawan lokal maupun luar negeri. Sehingga dapat memberikan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat.
Karena, hutan adat yang ada, hampir semuanya memiliki nilai eksotisme dan ciri khas masing-masing. Baik dari satwa yang ada di dalam kawasan maupun landscape yang ada dengan adanya air terjun di dalam kawasan maupun nilai historis yang menyertainya.
Hutan adat, bisa diumpakan sebagai mutiara yang belum berada pada tangan pengrajin yang tepat. Pergerakan dunia pariwisata di tingkat global yang cenderung back to nature sebenarnya bisa jadi titik tolak optimalisasi potensi yang ada pada masing-masing kawasan hutan adat.
Selain unsur ekowisata yang dimiliki, hutan adat yang dikelola dan diatur oleh hukum adat, cenderung lebih terjaga dengan baik, karena biasanya masyarakat desa lebih patuh dengan hukum adat. Sehingga kelestarian flora dan fauna dapat terjaga dengan baik.
Merupakan pekerjaan rumah kita bersama, untuk mewujudkan hutan adat yang lebih bisa bermanfaat dari segi pelestarian sumber daya alam maupun munculnya kegiatan ekowisata yang bisa menumbuhkan ekonomi di tingkat desa melalui berbagai macam peluang yang bisa muncul ke depannya.