Terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 menandai kembali bergeliatnya upaya penegakan hukum terhadap para perambah hutan. Tidak tanggung-tanggung, ancaman denda maupun kurungan penjara menjadi lebih berat dibandingkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
Namun, sekali lagi, muncul pertanyaan. Mampukah Undang-Undang yang baru disahkan tersebut, menjadi senjata pamungkas untuk memberantas pengrusakan hutan yang semakin brutal.
Barangkali sampai saat ini, saya selaku tenaga teknis lapangan kehutanan. Belum melihat kesaktiannya.
Beberapa kali turun langsung ke kawasan hutan dalam berbagai tema kegiatan, masyarakat dengan santainya terus membuka kawasan hutan untuk kemudian dijadikan lahan perkebunan ataupun pertanian musiman. Kami selaku "orang kehutanan," tidak lagi dilihat sebagai perwakilan institusi yang mereka takuti. Bahkan di depan mata kami sendiri, para illegal logging dengan ponggahnya memotong kayu kemudian membentuknya menjadi papan dan balok untuk dijual secara bebas.
Lantas harus bagaimana lagi?
Saya percaya, para pemutus kebijakan di pusat sana jauh lebih pintar dari kami di daerah dalam menyusun skema penanggulangan perambahan hutan. Tapi, apalah arti skema, bila komitmen dan ketegasan tidak menyertai. Semua produk hukum untuk mengatur dan bertujuan untuk memberdayakan semua potensi yang ada di hutan akan jadi omong kosong.
Kerusakan hutan semakin menjadi, pembakaran hutan untuk dijadikan lahan perkebunanan terus berulang, habitat satwa liar semakin rusak, beberapa populasi satwa liar bahkan semakin jarang terlihat atau bisa jadi punah di beberapa kawasan.
Kalau melihat gelagat yang terus terjadi, tidak saja menjadi sebuah kemungkinan. Tapi juga kepastian, kawasan hutan akan semakin rusak atau bahkan musnah, sumber air bersih akan hilang dan bencana pasti datang.
Saya pribadi punya harapan besar, mungkin juga dengan para rimbawan yang lainnya.
Ada ketegasan dan komitmen serius dari para pemutus kebijakan, untuk memberikan solusi nyata menghadapi permasalahan yang semakin komplek dalam pengelolaan kawasan hutan.
Jangan sampai, hutan binasa, perambah hutan merajalela dan keseimbangan ekosistem semakin porak poranda. Mau ditaroh di mana muka kita nanti saat ditanya anak cucu.
Jadi, perambah hutan, hendak dibina atau dibinasakan, kami siap untuk menjalankan semua kebijakan. Asalkan untuk kesejahteraan semua masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar